Thursday 9 July 2015

Ngabuburit Part III.


Rasanya berat untuk memenuhi warna latar hitam ini menjadi hitam-putih; di isi oleh tulisan yang terjadi pada hari ini. Jujur saja, saya senang dengan hari ini. Senang dari luar, namun dalam hati saya sebenarnya sedang bergejolak. Ya, hari ini saya ngabuburit dengan seseorang yang pernah mengisi hari-hari saya, bahkan sampai saat ini hati saya masih terisi oleh namanya. Ah, berat rasanya jari ini untuk mengetik…

            Suara adzan untuk waktu Ashar telah berkumandang. Saya yang sedang bersiap-siap memakai pakaian, bergegas untuk menunaikan ibadah sholat Ashar. Hari ini saya ada janji untuk bertemu dengan seseorang yang cukup spesial untuk saya. Saya sebenarnya bingung mengapa saya “mengiyakan” ajakannya untuk bertemu. Namun, sejujurnya saya senang karena perkiraan saya “dia akan mengajak saya bertemu”, benar-benar terjadi. Setelah saya selesai bersiap-siap, saya bergegas untuk berangkat. Pada saat itu waktu menunjukkan pukul 16:00 WIB.

            Perjalanan dari rumah hingga tempat yang dituju hanya memakan waktu ±30 menit. Keadaan jalan macet bukan main. Jadi mau tidak mau saya harus berjalan dengan pelan. Awalnya saya mendapati kebingungan dengan sistem parkirnya, namun ketika saya mengikuti hati nurani saya, saya sampai pada jalan yang benar. Belum sempat saya mendapat giliran untuk mendapat tiket parkir, saya melihat dia keluar dari parkiran. Wah, ternyata dia sudah sampai terlebih dahulu. Dengan polosnya dia senyum ketika mengetahui saya baru sampai. “Tunggu sebentar.” ucap saya kepadanya ketika tatapan mata kami saling bertemu. Akhirnya dia menunggu saya yang sedang kebingungan mencari tempat parkir.

            Setelah saya selesai mencari parkir, saya menemaninya untuk menjalankan sholat Ashar. Dia memberikan saya pilihan melalui pertanyaannya, “Mau ikut? Atau mau nunggu di mana?” saya membalasnya, “Udah, aku ikut aja.” akhirnya kami berjalan menuju mushola. Setelah dia sholat, diantara kami berdua kebingungan kemana kaki harus melangkah. Dan akhirnya kami memutuskan untuk ke toko buku. Dia itu lucu. Awalnya ketika di toko buku tersebut saya berbelok ke arah kiri di mana letak buku berbau psikologi ada. Saya kira dia akan berbelok ke arah kanan di mana letak komik-komik biasanya berada. Ternyata dia malah mengikuti saya dan bukan berbelok ke arah kanan. Lalu dengan cepat saya bertanya, “Kok gak liat komik?” dia menjawab, “Enggak, udah liat semua komiknya.” ujarnya. “Lah, kok tumben banget.” ucap saya dalam hati.

            Setelah mengitari toko buku tersebut hingga bosan, saya memutuskan untuk keluar. Mengitari salah satu Mall yang ada di bilangan Bintaro. Setelah bosan juga untuk mengitari Mall tersebut, kita keluar untuk mencari jajananan untuk berbuka puasa. Karena sama-sama bingung untuk berbuka dengan apa, saya menyarankan untuk membeli gorengan yang ada di seberang jalan. Oke, saya paling tidak bisa yang namanya menyeberang jalan karena saya memiliki trauma yang mendalam, yang menyebabkan saya menjadi cacat seketika jika harus berurusan dengan menyeberang jalan. Awalnya saya berusaha stay cool untuk tidak menunjukkan rasa takut saya terhadap menyeberang. Namun, kendaraan pada sore hari itu sangat ramai, benar-benar ramai dan padat dengan kendaraan. Saya menjadi takut, dan refleks secara tidak sengaja saya memegang tangannya dan berteriak kecil. Dia justru tertawa dengan tingkah saya tersebut. Maklum, dia memang menyebalkan sekali orangnya.

            Setelah membeli sebungkus gorengan, saya kembali untuk ke Mall tersebut. Masih, masih harus berusaha untuk menyeberangi jalan yang ramai itu untuk bisa ke Mall itu. Agak ketakutan juga sebenarnya jika kejadian yang tadi harus berulang. Namun, jalanan ketika harus kembali tidaklah terlalu ramai. Saya memandangi kendaraan yang lewat melalui badannya yang besar dan tinggi, kemudian mengikutinya berjalan. “Whoa, untung saja tidak seekstrim tadi, kendaraan-kendaraannya yang lewat.” ucap saya dalam hati. Setelah itu kami mencari bangku dan meja yang kosong, dan lima menit kemudian akhirnya adzan Maghrib berkumandang.

            Kami berbuka puasa dan duduk selama lima menit sebelum ke mushola untuk sholat Maghrib. Dan pada pukul 18:06 WIB, ketika kami mendatangi tempat untuk berwudhu, antriannya panjang bukan main. Oke, setelah mendapat giliran untuk berwudhu dan selesai sholat, kami sekali lagi mengitari ke tempat peralatan sekolah ataupun alat-alat musik. Setelah cukup lama dan bosan, kami memutuskan untuk turun. Kami mencari bangku dan meja yang kosong, dan akhirnya kami menemukan dan duduk di sana. Meja yang kami tempati itu ternyata memiliki panjang kaki meja yang tidak sama dan membuat meja bergoyang-goyang. Lalu dia mengganjalnya dengan plastik bekas tempat untuk gorengan itu. Akhirnya meja tidak goyang lagi. Satu jam lebih kami habiskan untuk duduk di sana tanpa bersua sama sekali. dan bersua hanya sesekali saja.

            Setelah bosan juga untuk duduk dan diam-diaman, akhirnya dia mengajak saya untuk mencari makan. Tapi lucunya dia sendiri tidak ingin makan. Akhirnya justru dia yang membantu saya untuk menghabiskan makanannya, karena jujur saja nafsu makan saya yang dulu, pergi entah kemana. Setelah makan dan berbincang ngalor ngidul dengannya sebentar, kami memutuskan untk menyudahi jalan-jalan kali ini. Waktu itu pukul 19:52 WIB. Wah, waktu tidak terasa sekali berjalannya.

            Untuk berjalan keparkiran motor lagi-lagi harus menyeberang jalan. Untung saja banyak penyeberang jalan saat itu, jadi bisa nebeng untuk menyeberang. Sesampainya di parkiran motor, ternyata saya dengan dia memarkirkan motor dengan barisan yang sama namun dari ujung ke ujung. Setelah saya bersiap-siap, saya menghampirinya dan berbaris untuk membayar tiket parkir tersebut. Dan setelah selesai bertransaksi, akhirnya saya berpisah dengannya di jalan. Saya berbelok ke kiri, sedangkan dia ke kanan.

            Untuk ngabuburit kali ini, saya tidak bisa menjadi pengamat karena biasanya posisi saya pada hari ini, yang menjadi bahan untuk diamati; pergi dengan seseorang yang berlawanan jenis dan hanya berdua. Well, ketika saya dengannya dan saya bertanya kepada diri saya sendiri, “Apa dia yang mengajakmu untuk buka bersama, akan membahagiakanmu nanti?”, atau, “Apakah dia yang membuatmu tertawa di sepanjang langkah kakimu adalah orang yang tepat sehingga kamu menghabiskan waktumu dengannya?”, atau, “Dia tahu kamu bahagia ketika berada di dekatnya, apa dia juga merasakan hal yang kamu rasa?” Dan ya, saya bisa gila beneran jika harus menjawab pertanyaan sendiri yang seharusnya saya lontarkan pada orang-orang yang saya amati di setiap saya ngabuburit.

Thanks, Jo.

8 comments: