Monday 6 July 2015

Ngabuburit Part II.

Ngabuburit part II. Iya, hari ini saya pergi lagi untuk ngabuburit. Waktu untuk ngabuburit sama tempat yang dijadiin untuk ngabuburit agak berbeda dari tujuan orang-orang yang ingin menghabiskan waktu dengan orang di sekelilingnya. Saya hari ini keluar rumah pada pukul 13:30 WIB. Wah, enggak umum bangetkan untuk ngabuburit pada jam segitu? Ngabuburit di saat matahari sedang terang benderangnya. Dan tempat yang saya tuju cukup unik, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah yang ada di bilangan Nusa Loka, Bumi Serpong Damai.

            Bukan tanpa suatu alasan saya pergi untuk ke rumah sakit. Saya hanya iseng untuk ikut adik saya yang habis dirawat karena terkena DBD untuk kontrol di rumah sakit tersebut. Saya pergi dengan menggunakan taxi. Sepanjang di perjalan selama berada di taxi, sang supir terus bercerita tentang almarhum neneknya. Waktu saya mendengar apa yang beliau ceritakan, saya jadi mengingat pula cerita yang hampir sama dari salah satu teman saya. Tak terasa cerita sang supir pun berakhir dengan sampainya saya, mama, dan kedua adik saya ke tempat yang dituju, rumah sakit.

            Oke, saya masih harus menunggu selama satu setengah jam untuk mendapat giliran diperiksa, karena dokternya pun belum tiba di rumah sakit. Selama menunggu itu, lagi-lagi saya mengamati orang-orang yang ada di sana. Sepuluh menit sebelum giliran adik saya dipanggil, saya dihadiri oleh pemandangan yang cukup luar biasa. Waktu itu pandangan saya terpaku oleh keharmonisan yang dipamerkan oleh sepasang kakek dan nenek. Sepertinya nenek tersebut sedang sakit dan si kakek dengan setia mendampingi kakek. Ada suster yang mendorong kursi roda sang nenek dan mereka hendak menaiki lift. Saya terus pandangi mereka hingga dua menit setelahnya, mereka sudah berada di lift. Lalu saya tersenyum lemah.

            Lima menit kemudian datang lagi sepasang kakek dan nenek yang memasuki rumah sakit. Sang kakek berjalan begitu sulitnya namun dengan menggunakan bantuan tongkat. Mereka semakin dekat dengan pandangan saya. Ternyata sang nenek duduk di samping saya sambil mengeluarkan surat-surat untuk syarat pendaftaran sang kakek. Lalu sang kakek itu mendaftar ke tempat pendaftaran tanpa mengenakan tongkat berjalannya. Jarak dari ruang tunggu rumah sakit tersebut dengan ruang tunggu hanya sekitaran tiga meter, cukup dekat memang. Ketika kakek itu menghampiri istrinya, saya langsung bergegas mengikuti adik saya yang telah dipanggil untuk gilirannya di periksa.

            Saya sengaja pergi karena saya tahu kakek itu ingin duduk berdampingan dengan istrinya, sama seperti saat mereka menikah dahulu yang kemudian diikat oleh janji-janji sehidup semati. Dan benar saja, ketika adik saya sudah selesai diperiksa dan kami bergegas untuk pulang yang arahnya melewati ruang tunggu di mana terdapat kakek dan nenek itu, kakek tersebut dengan antengnya duduk di sebalh sang nenek. Wahaha, jujur saja saya langsung terharu pada saat itu juga. Dua pasang kakek dan nenek tersebut telah menemukan orang yang tepat untuk menghabiskan waktunya dan janji yang mereka ucapkan, bukan hanya sekedar janji. Setelah kejadian kakek dan nenek itu, saya jadi kesulitan untuk mencari taxi kembali menuju rumah. Setelah berjalan sembari mencari taxi yang ada, akhirnya kami menemukan juga. Supir taxi kali ini tidak begitu ramah menurut saya, karena dia hanya fokus pada stirnya dan menghiraukan penumpangnya. Tidak seperti supir taxi yang kami naiki tadi.  


            Sesampainya di rumah itu pada pukul 16:25 WIB. Saya duduk dulu selama lima menit, habis itu langsung menjalankan sholat ashar. Dan setelah sholat ashar saya langsung mandi dan membuka laptop sesudahnya. Mencoba mengutarakan lagi kekaguman akan sebuah keluarga yang harmonis seperti dua keluarga di atas. Mereka mungkin kadangkala merasa bosan antara satu dengan lainnya. Namun, mereka mengingat janji di depan penghulu, dan janji dengan pasangannya maupun janji di hatinya…

2 comments: