Sunday 21 October 2018

Terimakasih. Selamat Jalan.


Hallo semua! 



Hari ini saya mau cerita (dan mungkin agak sedikit panjang). Tapi saya mohon, biarkan saya bercerita; mencurahkan segalanya. Karena jujur, saya bingung ingin membagi cerita ini pada siapa. Memaksa badan untuk beristirahat juga tak bisa; otak saya penuh sekali dengan memori dan kata-kata yang perlu dicurahkan. Ah, maaf kalau tulisan kali ini bahasanya agak rancu; saya tidak bisa mengetik tanpa membasahi kedua pipi saya. Pun dengan pikiran yang tenang.


 Jadi, saya akan menceritakan tentang kakek saya. “Lho, kok soal kakek?” Yaa, karena sumber tulisan ini ada pada kakek dari mama saya. Perokok berat, itulah kakek saya. Serius, tiap menit hobinya itu menghisap tembakau; dari saya masih kecil hingga saya berusia duapuluh tiga tahun ini. Disuruh berhentipun tak bisa sama sekali; mungkin gambaran rokok di sini seperti narkoba yang bikin candu. Akibat dari keseringan merokok tersebut membuat kakek saya suka merasakan sakit kepala; jadilah segala macam obat pereda nyeri kepala diembatnya.


Puncaknya terjadi setahun belakangan ini. Sudah tidak bisa lepas dari rokok, tak bisa pula lepas dari obat. Setiap pusing melanda, kakek saya mencari pelampiasan dengan merokok. Kalau sudah kepalang kabut, selesai merokok baru minum obat. Hal tersebut dilakukannya berulang. Akhirnya, kakek saya benar-benar merasa pusing yang teramat seminggu belakangan ini. Karena tak kunjung sembuh, akhirnya dibawalah kakek saya ke rumah sakit di Pacitan, Jawa Timur (karena kakek saya memang berasal dari Pacitan).


Semakin memburuk keadaannya yang ditunjukan dengan trombosit darah makin menurun, akhirnya keluarga saya menyarankan keluarga di sana untuk meminta tambahan trombosit darah. Entah dilakukan atau tidak, yang pasti mama saya paling bawel menyarankan hal tersebut. Jujur, selama seminggu tersebut keadaan dalam rumah rasanya aneh. Perasaan deg-degan, panik ketika menerima pesan singkat, dan sedih berbaur menjadi satu. Saya tahu betul bagaimana perasaan mama pada saat-saat itu. Saya diam namun memperhatikan situasi dan kondisi saat itu. Maklum, saya anaknya agak polos soalnya.



Sabtu, 20 Oktober 2018

Hari ini adalah hari paling kisruh. Telepon genggam milik mama tak hentinya berbunyi menandakan telepon dan pesan singkat masuk. Mama selalu saja terlihat murung hari ini setelah mendengar kabar dari kakek; tatapannya kosong namun terlihat berkaca. Saya perhatikan, pola makannyapun terlihat tidak bernafsu. Jujur saya merasa hancur melihat mama begini. Bingung harus melakukan apa agar mama setidaknya bisa sedikit terhibur dikala kesedihannya. Tahu film Dancing in the Rain? Yaaa, jadi saya berinisiatif untuk mengajak seluruh keluarga menonton film tersebut. Mama sempat menolak dengan alasan, “Jangan sekarang-sekarang, Ret. Takutnya kakek kenapa-kenapa.” Memang, feeling seorang anak sangat tajam. Saya tidak menjawab, hanya diam sembari berpikir. “Yasudahlah. Masih ada lain waktu,” begitu ucap dalam hati.



Minggu, 21 Oktober 2018

Pagi harinya berjalan seperti biasa dan hari ini jatah bapak saya untuk libur bekerja. Tidak ada yang aneh dengan itu semua. Justru saya merasa aneh dengan diri saya sendiri yang terus-terusan menanyakan keadaan kakek saya kepada mama. Keadaan kakek saya masih sama seperti kemarin; tidak mau minum obat dan disuruh makanpun susah. Lalu sekitaran pukul 09:30 WIB mama nyeletuk, “Film yang mau ditonton ada gak yang di Bintaro?” Saya sedikit kaget mendengar ucapan mama. “Lho? Memangnya jadi nonton film bioskop?” Akhirnya jadilah hari ini menonton film. Bagi saya pribadi, film tersebut memang sedih seperti yang dikatakan oleh orang-orang. Tapi lebih sedih lagi kejadian-kejadian yang akan saya ceritakan ini.


Setelah selesai menonton, saya dan keluarga memutuskan untuk makan. Pulang ke rumah adalah tujuan terakhir selepas makan. Sesampainya di rumah, mama diberi kabar kalau keadaan kakek saya sudah tidak bisa berbicara dan tidak bisa bernafas melalui hidung karena merasa sesak. Saat itu saya yang sedang menjemur pakaian hanya bisa istighfar dalam hati saja. Kenapa harus istighfar? Karena pikiran saya sudah aneh-aneh dan kemana-mana. Puncak terdahsyatnya adalah ketika sore hari saat saya mandi.


Karena saya masih merasa kenyang karena makan tadi, akhirnya saya memutuskan untuk tidak makan lagi. Rutinitas saya ketika tidak akan makan lagi adalah menyikat gigi. Saya ingat betul waktu saat itu sepuluh menit sebelum adzan untuk sholat maghrib berkumandang. Saya berucap dalam hati dengan beratnya, “Ya Allah, jikalau Engkau ingin mengambil kakek saya, ambilah dengan tanpa rasa sakit. Saya ikhlas,” sempat terpikirkan, “Apakah kakek saya begitu sulit karena orang-orang sekitar belum ikhlas melepaskan?” Lalu lima menit kemudian, adik saya memberitahu saya, “No, kakek sudah meninggal.” Langsung kaget dan refleks mengucapkan kata, “Innalillahi wa inna ilaaihi rajiun.” Tak lama setelah saya mengucap, kumandang adzan terdengar.


Asli, pikiran saya buyar semenjak saat itu. Bapak dan adik-adik saya pergi ke masjid setelah adzan selesai berkumandang. Di rumah hanya ada saya dan mama; tapi saya tidak tahu sedang apa dan bagaimana keadaannya setelah kabar tersebut karena saya masih mandi. Sebenarnya mama sedang sibuk membereskan pakaian yang akan dibawa karena memang ada niat untuk pulang kampung. Setelah saya selesai mandi, mama berkata. “Nanti jangan berantem ya selama mama pulang kampung.” Saya hanya terdiam mendengar kata-katanya sembari memperhatikan matanya.


Tetangga satu persatupun yang mendengar kabar kalau kakek saya meninggal mulai berdatangan mengucapkan bela sungkawa. Di sini yang membuat hati saya miris dan terasa sakit sekali. Setiap kali ada yang bertanya, akhirnya tangis mama pecah. Jujur saat itu rasanya saya juga ingin menangis; tapi saya berusaha kuat agar mama tidak bertambah sedih dan khawatir. Tiap tangisnya, saya memeluk dan membelai rambut serta punggungnya agar sedikit tenang. Air matanya yang mengalir deras saya usap lembut agar berhenti. Entah setiap orang yang datang langsung untuk bertanya atau keluarga-keluarga yang mulai menelepon ke telepon rumah, selalu disertai air yang banjir membasahi pipinya.


Saya bisa katakan kalau mama ini pembohong ulung; di depan saya dan keluarga terlihat baik-baik saja dan memang terlihat tangisnya tertahan. Namun ketika ada orang lain yang bertanya, pecah juga tangisnya. “Ma, setegar apapun itu, mama tidak akan bisa membohongi perasaan mama.” Repot, benar-benar repot dan kalang kabut packing dengan suasana hati yang benar-benar runyam. Hampir-hampir tangis sayapun ikut pecah, namun saya masih bisa menahannya.



Maaf, Ma, Aku Menyesal. Sangat...

Sesuai dengan sub-babnya, saya benar-benar teramat menyesal dan merasa kesal dengan diri sendiri. Andai, sehari sebelumnya saya tidak mengajak keluarga menonton film dan hanya berdiam diri di rumah sembari menunggu kabar, mungkin akhirnya tidak akan seperti ini. Andai, saat mama mulai ingin menonton film tetapi saya tolak ajakannya. Yah, semua penuh dengan kata andai; waktu tak bisa terulang kembali. Kata “andai” hanya akan membuat diri semakin menyesal. Percaya, deh! Saya salah, merasa sangat bersalah di sini...


Maaf, Ma. Boleh jujur? Baru kali ini saya lihat mama menangis terisak-isak seperti itu. Baru kali ini saya lihat mama begitu rapuh dan terlihat tidak fokus seperti itu. Sakit, rasanya sakit sekali melihat mama seperti itu. Saya benar-benar merasakan bagaiimana jika posisi saya berada di posisi mama; mungkin akan lebih hancur dari apa yang mama rasakan. Rasanya hancur, benar-benar hancur melihat mama menangis tak hentinya; seperti ada yang hilang dari diri mama. Bukan hanya mama saja yang merasa kehilangan, sayapun. Karena saya juga dekat dengan Almarhum kakek.”



Terimakasihku untukmu, Kek...

Dear, Alm. Kakek

Di Surga...

Kek, selamat jalan. Semua rasa sakit terlepas sudah dari tubuhmu. Kali ini hanya ada kebahagiaan saja, ‘kan, kek? Semoga seluruh amal ibadahmu selama di dunia di terima oleh Allah SWT. InsyaAllah, keluarga dekat maupun keluarga jauh di sini akan selalu mendo’akanmu. Tenang-tenang di sana ya, kek? Kasih tahu aku, dong, kek, surga itu seperti apa? He..hee.


Kek, terimakasih untuk segala memori manisnya, ya! Kakek ingat, tidak, pada tahun duaribu tigabelas saya pernah menginap di sana selama sebulan? Saat itu bulan-bulannya saya galau ditinggal mantan saya dan akhirnya mengisolasikan diri ke kampung. Bulan itu juga bertepatan dengan bulan puasa. Kakek ingat, setiap sahur kakek selalu bangunin aku? Bahkan menemani aku sahur (bersama nenek juga) sembari merokok? Bahkan di saat berbuka puasapun kakek nemenin aku makan, loh! Kakek memang tidak puasa, namun sangat amat menghormati saya yang puasa sendirian di rumah itu. Ah.. Jujur aku terharu sekali.


Tak banyak yang saya ingat tentangmu, kek. Karena banyak kenangan manis justru ketika saya masih kecil. Hanya beberapa yang saya ingat, ketika saya memberi makan kambing-kambingmu lalu kakek menemani aku. Mungkin karena takut aku kenapa-kenapa, ya? Ah, tenang saja, kek. Saya cewek jagoan, kok. He..he.


Kek, sekali lagi saya ucapkan terimakasih atas segala-galanya. Terimakasih untuk segala kebaikannya, kemurahan hatinya, dan kepeduliannya terhadap saya. Maaf, beribu-ribu maaf saya ucapkan karena masih belum bisa menjadi cucu yang baik dan diharapkan.


Kek, maaf juga kalau lebaran tahun ini hanya bisa meminta maaf melalui sambungan udara saja. Sebenarnya ada keinginan yang kuat untuk pulang kampung; entah, rasanya menggebu-gebu sekali. Tetapi, orangtua saya memiliki prinsip untuk berlebaran dua tahun sekali. Sedangkan, tahun duaribu tujuhbelas lalu saya dan keluarga sudah pulang kampung. Terselip rasa penyesalan kembali di hati ini. Andai, tahun ini bisa pulang kampung; akan menjadi lebaran terakhir untuk kita.


Kek, tenang-tenang di sana. Rasa sakit kini sudah tak menggerogoti tubuhmu lagi sekarang. Sampai jumpa di lain waktu, kek! Saya sayang kakek...”





Inhale. Exhale.



4 comments:

  1. YA Allah . .turut b'duka cita sedalam"ny y k. .smg klrg yg d tinggalkan dbri ketabahan, .. aamiinnnnn ...

    ReplyDelete
  2. Innalilahi . Turut berduka cita. Semoga amal & ibadah beliau ditrima di sisi-Nya . Amin ya Rabb ..

    ReplyDelete
  3. Iky bsdih mb .. yg tabah y mb ..

    ReplyDelete
  4. Semangattth !!!!

    ReplyDelete