Monday 20 January 2014

10 Tahun Yang Lalu..


Everyone can see
There’s a change in me
They all say I’m not the same
Kid I use to be



Don’t go out and play
I just dream all day
They don’t know what’s wrong with me
And I’m too shy to say

It’s my first love        
What I’m dreaming on
When I go to bed
When I lay my head upon my pillow
Don’t know what to do

My first love
He thinks that I’m too young
He doesn’t even know
Wish that I could tell him what I’m feeling
’cause I’m feeling my first love

Mirror on the wall
Does he care at all
Does he ever notice me
Does he ever found

Tell me teddy bear
My love is so unfair
Will I ever found away
An answer to my pray
For my first love…




            Lagu ini, lagu sejutaa kenangan terburuk. Kejadian tentang 10 tahun yang lalu, penghantar sebuah luka dalam yang tak nyata. Aku tak tahu, apa makna dan arti sesungguhnya tentang lagu ini dengan kejadianku yang telah silam. Telah lama ku memendamnya sendirian, tanpa ada yang tahu ada apa sebenarnya dengan 10 tahun-ku yang lalu.


            Kejadian ini terjadi tepat di bulan Februari, tanggal 24 tahun 2004 pukul 06:00 WIB, 10 hari selepas hari Valentine. Aku duduk dibelakang, di dalam mobil. Aku mengambil posisi  dipinggir sebelah kiri dekat dengan kaca bersama-bersama dengan saudaraku yang lain di dalamnya. Aku dan mereka duduk tenang, dan terlihat tampak riang dengan tujuan ke Bandung. Kami akan menghadiri pernikahan om, begitu ku menyebutnya. Mobil berjalan pada kecepatan yang normal. Lalu tiba-tiba, laju kecepatan mobil berkurang ketika melewati ITC BSD. Aku diam, memperhatikan jalanan. Tanpa kusangka, dalam jarak 1 km, aku melihat sesuatu kejadian yang miris. Namun sayangnya, kita berbeda jalur arah.


            Di seberang jalanan, menuju Taman Kota I, ku menyaksikan peristiwa mengenaskan. Peristiwa yang sampai saat ini tak bisa ku lupakan entah apa alasannya. Di sana, aku melihat sebuah keluarga. Ya, keluarga. Tak tahu menahu jelas ceritanya bagaimana, yang kulihat saat itu adalah seorang istri dalam posisi tertidur terlentang, sang suami yang berusaha membangunkan istrinya, dan seorang anak laki-laki yang sedang menciumi tangan kiri ibunya. Aku menarik kesimpulan bahwa keluarga tersebut baru saja mengalami kecelakaan dengan motor yang terlihat rusak berat berada tak jauh posisinya dari sang anak lelaki tersebut, tetapi tidak terdapat luka mematikan yang tampak di sana.


            Aku, yang saat itu belum genap berusia 9 tahun dan sedang berada dibangku kelas 3 SD harus menikmati peristiwa seperti ini. Aku hanya menatap kaku ke arah kejadian tersebut tanpa berkedip sedikitpun karena posisiku yang dekat dengan jendela terlihat begitu jelas. Aku tersekat dan terjebak dalam penglihatanku sendiri. Bagaimana tidak, jika sang suami berusaha untuk membangunkan istrinya yang sudah kaku tidak berdaya sambil menangis dan anak laki-lakinya yang terus saja menciumi tangan ibunya yang mungkin saja dia tidak tahu jika saat itu ibunya sudah tidak ada, dan masih mengira ibunya tertidur karena tak sesegera mungkin membelai lembut kepala anaknya?


Banyak orang yang berlalu-lalang dengan kendaraan pribadinya melewati mereka, tetapi tidak satupun dari mereka yang ingin berhenti dan menolongnya. Makin miris saja menyaksikan hal ini ketika ku tak melihat luka mematikan di sekitar mereka. Dan akupun mengambil kesimpulan lagi bahwa luka mematikan tersebut terletak di dalam. Ya, sang istri mengalami luka dalam yang mengharuskan menghembuskan nafasnya di tempat kejadian perkara. Entah alas an apa aku mengambil kesimpulan bahwa ibu ini telah tiada, tapi aku meyakininya melalui sikap dari sang suami.


Keadaan dalam mobil mendadak hening, diam, sunyi tak ada kehidupan. Mobil melaju dan semakin menjauhi kejadian itu. Aku yang masih menatap kosong kejadian tersebut, tetap menatap kaku ke arah mereka. Semakin menjauh, dan jauh, aku baru bisa menyadarkan diri. Aku bertanya pada diri sendiri, “Apa yang sebenarnya barusan aku saksikan? Nyatakah? Atau aku masih bermimpi?” pertanyaanku mengulang, dan seterusnya mengulang walaupun aku tak akan mendapatkan sebuah jawaban dari lamunanku tadi. Sepanjang perjalanan menuju Bandung, pikiran ku kacau dan tak karuan. Entah apa penyebabnya, aku tak tahu pasti.


Ketika saudara-saudaraku tertidur dalam perjalanan, aku masih diam melamun menanyakan pertanyaan yang tak akan aku dapat penrnyataannya. Jujur aku lemas melihat peristiwa itu atau aku memang terlalu berlebihan saat itu. Namun, tiap tahun silih berganti, kejadian itu masih melekat dalam ingatanku. Aku tak bisa melupakannya sedikitpun. Apalagi di saat aku mendengarkan lagu Nikka Costa – First Love  dan Secondhand Serenade – Why, entah mengapa pikiran saya berada 10 tahun jauh di belakang sedang melihat dan mengingat kejadian itu. Dulu, aku sempat trauma ketika mendengarkan kedua lagu ini yang jelas-jelas antara makna, nada, dan liriknya tidak menggambarkan tentang peristiwa 10 tahunku. Entahlah, sampai saat ini, aku paling takut mungkin bahkan trauma ketika melihat ada orang kecelakaan di jalan raya. Karena ketraumaanku akan orang kecelakaan tersebut ingatkanku akan 10 tahun yang laluku dengan kelam. Dan juga, aku takut menyeberang di jalan raya.


Bayangkan, ketika anak kecil polos yang tak mengerti apapun, harus melihat kejadian seperti ini. Akan terbawa sampai dewasakah, kejadian yang terdahulu?

No comments:

Post a Comment