Saturday 15 February 2014

Keistimewaan dari Orang Aneh.


Aneh? Aneh itu apa, yaa?
           



Kalau kata KBBI, sih, aneh itu, “tidak seperti yang biasa kita lihat, dengar, dsb” atau meng-a-neh-kan, “memandang atau menganggap aneh (biasanya pada orang)”. Kenapa saya membahas kata “aneh” pada tulisan kali ini? Yap, karena saya sendiri sering merasa aneh dengan diri saya. “I’m weird, random, and freak.” kasarnya sih, gitu. But, I’m proud of this. Karena keanehan yang saya punya, membuat saya merasa sedikin unik diantara mereka yang bersikap normal; formal dan selalu pencitraan sana-sini.


            Menjadi orang aneh, tak selamanya susah. Hanya perlu sedikit membenahi pola pikir yang ada. Jujur saya merasa, saya selalu memiliki pola pikir yang aneh, namun terkadang ada benarnya juga. Keanehan atau keunikan yang saya miliki tak melulu selamanya membuat saya berjalan dengan menggunakan perasaan layaknya wanita lain; namun juga mengeseimbangkan logika.


            Banyak sekali dari mereka, yang sedikit lebih mengetahui seluk beluk tentang saya, mengakui kalaumemang saya ini aneh. Salah satunya seperti ini:


Saya lebih suka ditinggalkan; ketimbang meninggalkan.

Karena menurut nalar saya, lebih baik sakit lalu belajar, ketimbang menyesal tapi tak bisa kembali. Atau juga layaknya seorang anak yang ditinggal selama-lamanya oleh orang tuanya. Anak itu berbesar hati untuk tumbuh menjadi dewasa, ketimbang kedua orang tuanya yang merasa bersalah karena tak bisa melihat anaknya tumbuh dewasa dan tak bisa kembali.



Saya tidak suka bunga.

Apapun bentuknya, bunga plastik atau mainan, bunga asli, bunga bank, apalagi bunga bangkai. Karena pemikiran saya begini:

Bunga plastik atau bunga mainan: Bunga merupakan simbol dari cinta, ketulusan, atau kasih saying dari seseorang. Kalau dikasihnya yang mainan atau plastik, memangnya mau cuma dianggap sebagai mainan aja?


Bunga  asli: Tahu sendiri, kan, kalau bunga asli itu melambangkan cinta ataupun kasih sayang yang bisa layu sekalipun sudah ditaruh di tempat yang benar? Emangnya mau, cinta yang selama ini ada, suatu saat nanti akan layu?

Bunga bank: Nah, apalagi bunga ini. Walaupun semua orang akan senang jika mendapatkan bunga bank, tapi tidak untuk saya. Kalau cinta hanya sebatas bunga bank nya saja, kenapa gak menjalin hubungan sama teller bank? Segitu murahkah? Karena saya aneh, saya tak bisa untuk dibeli dengan bunga bank.

Nah, kalau untuk bunga bangkai, jangan ditanya, deh. Walaupun belum pernah bertemu langsung dengan si bunga.



            Entah sebenarnya darimana pola pikir yang seperti ini ada dan kemudiannya diolah. Jangankan orang lain yang menilai saya aneh, saya pun benar-benar lebih merasa aneh pada diri saya sendiri. Tapi, saya mempertahankan keanehan saya sampai saat ini pun. Karena aneh yang saya miliki, tak dimiliki orang lain. *haha sok tahu*


            Masih ada banyak yang membuat saya aneh, menjadi tambah aneh dengan keanehan saya, yakni masalah prinsip yang saya teguhkan sejak dahulu ketika saya mengerti jikalau saya aneh:



Prinsip 1: Selalu mendoakan kebahagiaan orang-orang yang telah menyakiti.

            Dahulu, ketika salah seorang sahabat mengetahui satu dari sekian prinsip yang saya teguhkan ini, entah kenapa dia langsung tiba-tiba saja panas hati, “Yaampun, ada ya orang kayak lo? Yang udah disakitin, masih aja mengharapkan mereka bahagia?” seketika saya bingung, “Loh, memangnya salah, ya?” seraya bergumam dalam hati.



Prinsip 2: Saya seorang wanita, bukan gadis.

            Mengutip dari sebuah kutipan, “Seorang gadis, mencari seorang pria mapan, agar dapat menikmati kebahagiaan hidup. Seorang wanita, mendampingi seorang pria hingga mapan, agar tahu sulitnya mencapai kebahagiaan.”



Jadi intinya adalah, jika seorang gadis tidak mau merasakan kesulitan dahulu dalam hidupnya dan menginginkan kebahagiaan yang instan, lain halnya dengan seorang wanita yang lebih senang diajak untuk sulit dahulu, baru bahagia.











Prinsip 3: Kebahagiaan yang utama, harta urusan terakhir.

“Mana bisa emangnya bahagia tanpa harta?”
“Emang selama ini, bahagia lo berasal darimana? Jin?”
“Bahagia juga butuh harta, kali. Salah satunya uang.”

            Mungkin, 8 dari 10 orang memiliki pikiran yang seperti di atas. Namun, tidak dengan saya. Saya beranggapan bahwasannya, bahagia yang saya dapatkan adalah dari sebuah “kebersamaan”. Tak ada hal lain yang lebih indah dari kebersamaan dibanding dengan harta. Jika kalian merasa bahagia dengan harta dengan tanpa adanya kebersamaan, berarti kalian merasakan kebahagiaan yang singkat, ketimbang kebahagiaan yang tercipta melalui sebuah kebersamaan.

            Saya tahu, semua orang hidup memerlukan harta tak lain tak bukan adalah uang. Namun, saya pribadi lebih rela menukarkan uang demi sebuah kebersamaan. Karena saya bukan penggila harta.



Prinsip 4: Diamnya saya memiliki banyak artian.

            Diam, tapi dalam hati tak diam. Saya pemendam, bukan pendongeng sana-sini panjang lebar. Saya bercerita, hanya kepada mereka yang suka mendengar. Namun saya lebih suka mendengar ketimbang didengar. Dalam diam saya pun, tak hanya itu. Beraneka rasa bercampur dalam satu dunia; imajinasi.


Prinsip 5: Berpandang dan berperilaku seperti anak kecil, namun berpikir layaknya orang dewasa.

Saya memandang dunia, memandang sebuah kehidupan yang isinya penuh dengan masalah, layaknya seorang anak kecil yang tak perlu ribet dengan, “Besok pakai baju apa, ya?” “Aduh, hari ini makan banyak banget. Gendut deh, ah.” atau “Lebih bagus merah, atau biru, ya?” tetapi saya memandang sebuah dunia yang tak berujung ini, sesederhana anak kecil, yang hanya mengetahui ucapan “I Love You.” kepada orang-orang yang mereka sayangi. Tak lebih dan tak kurang.

Namun, ketika saya merasa dunia orang dewasa yang saya pandang seperti dunianya anak kecil di rasa mengganggu, saya berpikir layaknya orang dewasa. Yang secara terus-menerus memikirkan masalah tersebut, sampai menemukan titik akhir dari sebuah masalah tersebut; solusi. Tak perduli seberapa berat saya berpikir, sebisa mungkin setelah menemukan solusi tersebut, saya kembali melihat dunia melalui sudut pandang seorang anak kecil.                      


Prinsip 6: Sulit bersikap hangat terhadap orang dingin.

Bahasa kasarnya, sih, “Saya tidak bisa peduli ataupun perhatian dengan seseorang yang bersikap acuh dan cuek terhadap saya.” Seberapa sering saya mencoba bersikap hangat kepada mereka yang dingin, hasilnya malah saya ikut-ikutan untuk bersikap dingin pula. Fail.

Begitu pun jika ada seseorang marah terhadap saya, entah itu alasannya jelas atau tidak, ketika mereka tak ingin untuk setidaknya berdamai melalui percakapan kecil,  saya tak akan mau untuk memulai menyapa atau berbicara terhadapnya. “Untuk apa berbicara yang sedang berada dalam emosinya? Nantinya, kita yang akan terjebak dalam emosinya juga.”



Prinsip 7: Tak mudah memulai, ketika berakhir sukar untuk menyudahi.

            Saya tipe-tipe orang yang sulit memulai maupun mengakhiri. Namun, ketika ada yang memulai dan saya merasa nyaman, namun harus berakhir di tengah perjalanan, sukar untuk saya untuk menyudahi. Bukan saya tak ingin, namun dalam proses menyudahi yang berakhir, memerlukan waktu yang panjang. Dan berdamai pada diri sendiri diperlukan, walau tak mudah.



Prinsip 8: Saya keras kepala, namun dapat luluh.

            Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Ya beginilah saya, ketika saya merasa bahwa saya berada pada pilihan yang tepat atau pilihan saya benar. Namun, ketika pilihan yang saya ambil adalah salah, bahkan sampai saya mencari alasannya mengapa sampai sedetil mungkin, saya akan merubah pilihan saya dan mencoba mendengarkan masukan orang lain.
           


Prinsip 9: Lebih bahagia melihat orang lain berbahagia, dibanding diri sendiri.

        Kalau untuk masalah ini, saya tak mau egois sendiri. Bahwasanya jikalau saya tak bahagia pun, selama orang-orang terdekat saya merasa bahagia jika saya berada pada pilihan mereka, akan saya lakukan. Walaupun terkadang harus berusa menerima dan belajar ikhlas di sepanjang perjalanannya.



Prinsip 10: Tidak suka dibilang cantik.

            “Semua cewek cantik, lah. Namanya juga perempuan. Kalau ganteng berarti ya cowok.” Kata-kata yang sudah terdengar tak asing di telinga ini, jujur saya kurang menyetujuinya. Buktinya, saya tidak suka untuk dibilang cantik, karena memang saya tidak cantik.

            Namun, saya lebih suka dibilang manis (walaupun tidak manis). Karena ada sebuah kutipan yang mengatakan, “Cewek cantik itu kalau dilihat lama-lama akan membosankan. Sedangkan kalau cewek manis gak bikin bosan.”  




              Intinya, sih, saya biasa aja.


            Sebenarnya, masih banyak sekali seluk-beluk yang ada pada diri saya sendiri yang masih belum terkuak dan saya mengerti. Saya masih perlu dan butuh lagi untuk menyelami pribadi saya sendiri secara mendalam. Masih ada banyak hal yang harus di cari, salah satunya jati diri saya. Namun, saya sedikit menemukan identitas saya pada keanehan yang saya miliki.



            Terkadang, dengan keanehan saya dalam hal memandang apapun secara aneh, patut saya syukuri. Karenanya, saya tak perlu seserius menanggapi soal kehidupan, seperti halnya orang yang menilai atau mencap orang lain dengan pikiran negatifnya. Sudut pandang saya mengajarkan bahwasannya, semua yang ada di dunia ini, bisa dipandang dengan beberapa sudut pandang. Termasuk keanehan yang saya miliki. Karena keanehan yang saya miliki, saya merasa bangga dan tak melulu menilai sesuatu dengan penilaian negatif. Tapi, cukup dengan: i-ma-ji-na-si, dimana saya berada, sekarang…J


4 comments: