Monday 10 March 2014

Ada yang Hilang.

            Pernahkah kamu merasa sempurna, walaupun tidak? Merasa dibanggakan, walaupun tak ada sesuatu yang seharusnya dibanggakan dalam sosokmu? Merasa sangat beruntung, ketika kamu tak seberuntung mereka? Dan merasakan seperti, “Aku tak butuh apa-apa lagi sekarang.” Dan selalu mensyukuri apa yang selalu dimiliki? Dulu, akupun merasakan semuanya. Ya, semuanya, dalam sosok satu dunia; aku jadikan dunia karena dia cukup segalanya untukku.


            Menikmati, sangat. Melewati semuanya dengan penuh rasa syukur yang teramat-amat. Bagai menemukan suatu fosil yang telah terkubur ratusan ribu tahun lamanya. Bahagia bukan main, senang di rasa setiap melewati semuanya. Hari demi hari, hanya ada ukiran senyum dari bibir yang tak pernah terlihat oleh siapapun. Hanya dunia ini yang mungkin saja bisa mengerti; perihal apa dan mengapa, karena dunia inilah yang menjadi sebab dibalik setiap senyuman yang ada.


            Suatu ketika, kalimat, “aku tak butuh apa-apa lagi sekarang.” dengan berberat hati harus ku patahkan; mengingkari perkataan yang dahulu sempat terucap. Aku butuh meja makan untuk kesekian kalinya. Meja makanku, selalu saja di rasa tak dapat bertahan lama denganku.


            “Meja makan ku rusak. Sudah berulang kali ku menggantikan meja itu setiap setahun sekali. Lalu, aku mendatangi toko mebel, dan melihat meja yang sedaritadi merusak fokusku. Meja itu kokoh. Bahkan, pembuatnya bisa menjamin lama untuk kekokohan meja ini. Tak akan habis di makan masa. Tak ada rayap pula yang ingin menghancurkan meja yang kokoh tersebut. Akhirnya, meja itupun kupilih dengan pertimbangan yang matang. Namun, hey? Selang beberapa bulan, satu dari kaki meja itu patah! Bagaimana bisa, jika sebuah penyangga patah? Dan meja tersebut di tempati oleh rayap-rayap yang melubangi beberapa bagian pada meja itu. Sontak, seketika akupun mulai menyalahkan sang pembuatnya.”
           

            Lalu, aku pun menceritakan masalah yang baru terjadi ini kepada salah seorang sahabat. Meledaklah saat itu emosi ku:


Aku: “Kenapa, sih? Selalu saja aku berurusan dengan meja makan ku? Apa memang harus, di setiap tahunnya ku menggantikannya dengan yang baru? Baru saja, aku membeli meja makan itu lagi, namun sama saja dengan yang lain. Patah di bagian kaki mejanya. Aku merasa cukup memiliki meja makan terakhirku, merasa tak perlu lagi menggantinya dengan yang baru, dan berusaha sebaik mungkin untuk menjaganya, merawatnya. Namun apa? Seyakin apapun pembuatnya meyakinkanku, sama saja akan rusak-rusak juga. Sekarang aku menyerah, tak ingin lagi rasanya memiliki meja makan. Sudah terlalu sering ku merasakan kekecewaan terhadap hal yang sama, namun terulang kembali. Biarlah, aku tak lagi memiliki meja makan lagi. Aku lelah harus terus menggantinya.”


Sahabat: “Itu artinya, kamu harus belajar tentang keikhlasan dan rela lebih dalam lagi. Ikhlas menerima meja makan tak bisa bertahan lebih lama, dan rela menggantinya dengan yang baru. Bukankah, mencari yang terbaik dalam kerumunan yang terbaik tak semudah membalikkan telapak tangan? Sama halnya dengan meja makanmu itu.”


Aku: “Memang, tapi sampai kapankah? Jika terus dan terus saja seperti ini, lama-lama aku menyerah.”


Sahabat: “Ingin tahu? Hanya Tuhan lah yang mengetahui dan waktu yang berpihak.”


            Dengan segala tak memiliki asa, aku pun merenung. Diam, dan selalu terpikirkan oleh kata-kata sang sahabat. Hanya persoalan meja makan, topic pembicarannya menjadi seserius itu. Bingung, tak mengerti harus bagaimana lagi.








Nb: Hubungan antara penggambaran sosok dengan meja makannya seperti seorang kakek yang sangat mencintai sang nenek. Namun, mereka berdua harus di pisahkan oleh jarak, bahkan waktu; sang nenek harus pergi untuk menemui Tuhan nya dan memeluknya erat. Beristirahat dengan tenang, dan menyisakan duka bagi sang kakek. Sang kakek pun berusaha untuk tegar. Namun, selalu saja merasa “Ada yang hilang” dan berusaha erat untuk mencarinya. Namun ia tahu, yang dicari tak akan kembali. Dan tak akan pula untuk digantikan; karena sang nenek telah menunggunya. Dan pencaharian sang kakek pun berbuah manis. Akhirnya, sang kakek berjumpa dengan sang nenek di alam keabadian…  

1 comment: