Ngabuburit
part II. Iya, hari ini saya pergi lagi untuk ngabuburit. Waktu untuk ngabuburit
sama tempat yang dijadiin untuk ngabuburit agak berbeda dari tujuan orang-orang
yang ingin menghabiskan waktu dengan orang di sekelilingnya. Saya hari ini
keluar rumah pada pukul 13:30 WIB. Wah, enggak umum bangetkan untuk ngabuburit
pada jam segitu? Ngabuburit di saat matahari sedang terang benderangnya. Dan tempat
yang saya tuju cukup unik, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah yang ada di bilangan Nusa
Loka, Bumi Serpong Damai.
Bukan tanpa suatu alasan saya pergi
untuk ke rumah sakit. Saya hanya iseng
untuk ikut adik saya yang habis dirawat karena terkena DBD untuk kontrol di
rumah sakit tersebut. Saya pergi dengan menggunakan taxi. Sepanjang di perjalan
selama berada di taxi, sang supir terus bercerita tentang almarhum neneknya. Waktu
saya mendengar apa yang beliau ceritakan, saya jadi mengingat pula cerita yang
hampir sama dari salah satu teman saya. Tak terasa cerita sang supir pun
berakhir dengan sampainya saya, mama, dan kedua adik saya ke tempat yang
dituju, rumah sakit.
Oke, saya masih harus menunggu
selama satu setengah jam untuk mendapat giliran diperiksa, karena dokternya pun
belum tiba di rumah sakit. Selama menunggu itu, lagi-lagi saya mengamati
orang-orang yang ada di sana. Sepuluh menit sebelum giliran adik saya
dipanggil, saya dihadiri oleh pemandangan yang cukup luar biasa. Waktu itu
pandangan saya terpaku oleh keharmonisan yang dipamerkan oleh sepasang kakek
dan nenek. Sepertinya nenek tersebut sedang sakit dan si kakek dengan setia
mendampingi kakek. Ada suster yang mendorong kursi roda sang nenek dan mereka
hendak menaiki lift. Saya terus
pandangi mereka hingga dua menit setelahnya, mereka sudah berada di lift. Lalu saya tersenyum lemah.
Lima menit kemudian datang lagi
sepasang kakek dan nenek yang memasuki rumah sakit. Sang kakek berjalan begitu
sulitnya namun dengan menggunakan bantuan tongkat. Mereka semakin dekat dengan
pandangan saya. Ternyata sang nenek duduk di samping saya sambil mengeluarkan
surat-surat untuk syarat pendaftaran sang kakek. Lalu sang kakek itu mendaftar
ke tempat pendaftaran tanpa mengenakan tongkat berjalannya. Jarak dari ruang
tunggu rumah sakit tersebut dengan ruang tunggu hanya sekitaran tiga meter,
cukup dekat memang. Ketika kakek itu menghampiri istrinya, saya langsung
bergegas mengikuti adik saya yang telah dipanggil untuk gilirannya di periksa.
Saya sengaja pergi karena saya tahu
kakek itu ingin duduk berdampingan dengan istrinya, sama seperti saat mereka
menikah dahulu yang kemudian diikat oleh janji-janji sehidup semati. Dan benar
saja, ketika adik saya sudah selesai diperiksa dan kami bergegas untuk pulang
yang arahnya melewati ruang tunggu di mana terdapat kakek dan nenek itu, kakek tersebut dengan antengnya duduk di
sebalh sang nenek. Wahaha, jujur saja saya langsung terharu pada saat itu juga.
Dua pasang kakek dan nenek tersebut telah menemukan orang yang tepat untuk
menghabiskan waktunya dan janji yang mereka ucapkan, bukan hanya sekedar janji.
Setelah kejadian kakek dan nenek itu, saya jadi kesulitan untuk mencari taxi
kembali menuju rumah. Setelah berjalan sembari mencari taxi yang ada, akhirnya
kami menemukan juga. Supir taxi kali ini tidak begitu ramah menurut saya,
karena dia hanya fokus pada stirnya dan menghiraukan penumpangnya. Tidak seperti
supir taxi yang kami naiki tadi.
Sesampainya di rumah itu pada pukul
16:25 WIB. Saya duduk dulu selama lima menit, habis itu langsung menjalankan
sholat ashar. Dan setelah sholat ashar saya langsung mandi dan membuka laptop
sesudahnya. Mencoba mengutarakan lagi kekaguman akan sebuah keluarga yang
harmonis seperti dua keluarga di atas. Mereka mungkin kadangkala merasa bosan
antara satu dengan lainnya. Namun, mereka mengingat janji di depan penghulu,
dan janji dengan pasangannya maupun janji di hatinya…
wew
ReplyDeleteooo daebakk
ReplyDelete