Wednesday 27 August 2014

Memilih atau Dipilih?


“Kalau menurut gua, sih, memilih atau dipilih sama aja, No. pada dasarnya kan wanita itu awalnya dipilih, setelah dipilih baru deh memilih. Jadi kita ngelakuin dua-duanya, tapi kalau lebih baik mana, sih, kalau seusia kita seharusnya memilih, gitu. Karena kita masih bisa memilih, kalau udah agak tuaan mah kita sulit untuk memilih, dipilih aja udah syukur banget. Jumlah wanita kan lebih banyak dari laki-laki.” Ucap Annis Fikra El-Jannah, ketika saya bertanya, “Lebih baik memilih atau dipilih, sih?”
      

              Assalamu’alaikum, semuanya! Cie, yang liburan kuliahnya sebentar lagi mau habis. Ada yang relaliburannya telah habis, ada juga yang merasa liburanya berasa kurang, padahal orang ini selama dua bulan hanya mengendap di dalam rumah orang tua tercintanya. Postingan kali ini, saya buka dengan pendapat teman saya tentang memilih atau dipilih. Sedikitnya, saya sudah mewawancarai mereka yang sebelumnya belum pernah saya wawancara pada postingan saya sebelumnya, yaitu polos? Penasaran, kan, tentang pendapat teman-teman saya untuk pertanyaan di atasa? Eits, sebelumnya, saya juga ingin menyatakan pendapat pribadi saya; saya tidak mau kalah dengan mereka semua. (benerin kacamata)


            Antara memilih dan dipilih, tak khayal semua orang pasti berpendapat bahwa, “Laki-laki itu notabenenya memilih dan perempuan itu dipilih.” Memang, ada sebagian dari teman pewawancara saya yang setuju dengan kalimat ini. Lalu, bagaimana dengan saya? saya pribadi, sih, tidak sepenuhnya percaya. Kenapa? Soalnya, kalau memang wanita dijadikan pilihan, sebelum dia dipilih, akan di jadikan ke nomor berapa dia? Lalu, buat apa RA. Kartini memeperebutkan emansipasi wanita jika wanita hanya saja pasrah untuk dipilih dan di jadikan ke nomor sekian sebelum dijadikan yang pertama dan prioritas bagi seorang laki-laki? Namun, mengingat pendapat dari Annis, sapaan akrab dari teman saya yang menjadi oembuka tulisan ini, bahwa, “Jumlah laki-laki kalah banyak daripada jumlah perempuan.” Yang secara tidak langsung membenarkan bahwa wanita itu lebih baik dipilih.


            Lalu, mengapa saya berpikiran untuk lebih baik memilih daripada dipilih? Mungkin, kalau saya jelaskan semuanya secara rinci tentang argument saya, bisa menghabiskan 3 SKS semasa kuliah karena banyaknya alasan saya mengapa lebih baik memilih daripada dipilih. Namun, teman-teman saya bisa menjelaskannya secara singkat, padat, dan semoga jelas; karena ketika saya berusaha mengulik agar jelas maksudnya, mereka kebingungan sendiri. Mau tau siapa contohnya? Disimak, yaa:


            Raudh’tul Jannah Kamal, berpendapat bahwa, “Em.. Dipilih. Karena kalau kita memilih belum tentu orang yang kita pilih malah milih kita. Tapi, kalau dipilih udah pasti orang itu milih kita, walaupun kita enggak suka sama orang itu.” Begitu paparan singkatnya. Lalu saya menyerangnya lagi dengan, “Tapi kalau misalnya dikasih kesempatan untuk memilih, gimana?” Dia dengan cepat menjawab, “Yaa memilihlah orang yang memilih kita.” Agak sedikit kebingungan saya waktu itu, ketika tersadar, saya membalasnya, “Itu mah sama aja memilih orang yang telah memilih kita, Jannahe. Sama aja dipilih itu.” Lalu dia pun tertawa dan menanyakan mengapa saya bertanya perihal ini. Dengan singkat saya jawab, “Untuk data pribadi hehe.” Sok cool, euh.


            Lalu, korban saya selanjutnya adalah Astungkara Lubis, “Gue lebih ke memilih. Soalnya kalau memilih kita tidak akan sakit hati karena kita yang memilih bukan dipilih.” Katanya, sih, ini jawaban ter-simple dia. Tapi, saya kurang menangkap maksudnya. Mungkin, yang dimaksud sakit hatinya itu adalah kecewa dengan orang yang telah memilih dia. Entah kecewa karena fisik, atau lainnya, saya tak tahu pasti.


            Setelah dipaksa dan dijejeli pertanyaan di atas, akhirnya Dwi Novembriade dan Yenni Sutyawati. Mereka berdua ini adalah kawan tergila yang pernah saya saya kenal semasa SMA. Namun, jika sudah berbicara urusan percintaan, mereka serius bukan main. Kalau Dwi sendiri, sih, menyeriuskan pertanyaan saya dengan jawaban, “Lebih baik dipilih. Karena karma berlaku kalau kita memilih. Apalagi kalau sempat melakukan kesalahan dan nyakitin dia.” Begitu katanya. Sedang, tak jauh beda pendapat yang sama dilontarkan oleh Yenni, “Pada dasarnya, wanita itu dipilih. Tapi, kita juga harus bisa memilih, No. memilih yang baik buat kita. Cewek itu dipilih sedang cowok memilih. Tetapi, cewek juga berhak untuk menolak.” Jadi, ada persamaan pendapat antara mereka, tetapi ada pengecualian dari kebingungannya si Yenni. Arigato, minna!


            Ada lagi, nih, namanya Rosdiana Melinda. Pertanyaan saya masih sama, “Lebih baik memilih atau dipilih?” lalu dia menjawab, “Haduh, pertanyaan yang sangat berat. WOW banget, sulit untuk dijawab. Tar dijawab, tenang yah.” Saya langsung saja mengiyakannya. 1 jam berlalu, 2 jam kemudian baru saya menerima balasan bbm dari dia ketika saya sudah terlelap, dia bilang begini, “Pilih dua-duanya, Ret. Soalnya dengan memilih kia bisa menilai langsung orang yang bisa jadi jodoh kita. Tapi, dipilih juga enak, sih. Berarti dia percaya kalau kita yang terbaik dari semua yang baik untuk dia.” Jelasnya. “Kembali lagi ke individunya.” Lanjutnya. Intinya 50:50 kalau menurut dia.


            Ada lagi ternyata yang memberatkan pertanyaan saya, namanya Muhammad Gin-Gin. Dia adalah adik kelas saya, yang berbeda satu tahun di bawah saya. dia menjawab pertanyaan saya seperti ini, “Hmm, berat sekali yah pertanyaannya, susah untuk dijawab. Kalau kata aku mah sama aja, sih, kakak saling melengkapi, bagi aku enggak begitu dipermasalahkan yang penting sama-sama menyayangi.” Katanya. Namun, dia juga memintai pendapat ke teman-temannya, “Tapi tadi aku tanya ke beberapa temen, mereka berpendapat untuk dipilih bagi seorang cewek, tapi kalau bagi seorang cowok lebih baik memilih. Karena lelaki itu tau karakteristik apa yang dia inginkan. Itu pendapat temen aku, kaka.” Tulisnya panjang lebar. “Tapi kalau aku sih lebih dominan ke memilih. Soalnya biar keliatan sama si ceweknya bukti perjuangan kita buat mendapatkan dia.” Salut! Asal saja, sehabis diperjuangkan, jangan di buang begitu saja.


            Kalau Dwi Prasetyo, sih berpendapat seperti ini, “Kalau untuk aku sih lebih baik memilih. Alasannya, yaa karena aku cowok harus bisa memilih dan membedakan yang mana yang baik dan yang mana yang benar.” Lalu, dia menanyakan bagaimana pendapat saya, ketika saya menjawab, “kalau aku sih, milih. Soalnya sudah ada yang aku incar.” Dengan cepat dia menjawab, “Kalau dalam posisi cewek contohnya nih ya, emang kamu memilih sedangkan cowok itu gak ada tertarik-tertariknya sama kamu, itu bukan cowok itu yang menilai, tapi orang lain. Ya, nilainya gak jauh dari murahan kali ya, kalau orang gak tau apa-apa.” Jujur saja, sedikit geram saya membaca chat dia. Namun dengan kepala dingin saya jelaskan panjang lebar, “Aku memang tidak berharap banyak sama dia, tidak memelas cinta dengan dia, ataupun menginginkan sekali supaya hari terakhirku habis dengan dia, enggak. Aku Cuma terlihat murahan di depan Allah, apa salah? Kan Allah yang menjanjikan akan mengabulkan setiap doa dari hambanya, jika hambanya meminta. Kalau Allah berkata lain atas doa dan usahaku, Allah pasti akan menghadirkan orang yang lebih indah dari orang yang aku incar.” Entah ada apa dengan kalimat  saya, dia menjadi kik-kuk rasanya.


            Kalau sebelumnya saya sempat untuk sedikit berdebat dengan orang yang saya jawab, namun ketika saya bertanya kepada Aditya Alief, emosi saya sedikit meredam. Dengan singkat dan santai dia menjawab, “Kalau aku memilih, karena kan aku cowok. Cowok itu mencari dan bisa memilih hehe.” Lalu, ketika saya bertanya jika dia berada di posisi cewek, dia berkata, “memilih siapa yang terbaik hehe.” A simple guy.


            Lain lagi sama kak Titto Pramono. Senior ini dengan sabar dan baik hatinya menjelaskan panjang lebar tentang jawabannya, begini, “Hmm, kalau menurut kakak, kayaknya susah kalau harus dipilih salah satu. Tapi kalau kakak mesti milih, kakak pilih yang dicintai atau dipilih. Dari kakak, karena si cewek (kalau yang bener ya) udah meliha kakak tuh semuanya. Jadi, dia gak melihat kakak satu sisiaja, jadi udah tau semua tentang kakak. Nah, tinggal kakak yang belajar untuk mencintai dia dan harus meerima dia juga. Tapi, semua itu tergantung keadaan kalau cewek itu cinta sama kakak, tapi kakak gakbisa membalas cintanya, itu balik lagi ke pribadi sendiri. Kan gak bisa dipaksakan juga. Kalau kata ibu temen kakak gini, ‘gak usah pacaran (karena status doing), jadi orang baik aja nanti juga banyak yang suka’ kurang lebih begitu.” Kak Titto sih, bilangnya, “kurang lebih.” Tapi kalau menurut saya, “Lebih dari super itu.” Ahaha, kak, kak. Ckck.


            Yaa, jadi seperti itulah hasil saya mewawancarai mereka perihal memilih atau dipilih. Saya sendiri sedikitnya sudah menarik kesimpulan; antara memilih atau dipilih tersebut. Mungkin, pendapat setiap orang berbeda, tergantung pemahaman masing-masing individu juga. Oke, tulisan ini saya awali dari pukul 15:30 s/d 21:10. Terlalu panjang waktunya jika untuk menulis tulisan sesederhana ini. Karena saya sendiri pun sedang tak bisa berpikir jernih dan banyak kendala lain juga yang memperhambat prosesnya. Akhir kata saya mohon maaf sebesar-besarnya, saya ucapkan terimakasih.


Arigatou Gozaimasu, minna! J

شكرا

2 comments: