Friday 8 August 2014

Bu, Maafkan Aku Mencintai Anakmu.

Ucapkanlah kasih satu kata yang kunantikan
Sebabku tak mampu membaca matamu
Mendengar bisikmu

Nyanyikanlah kasih senandung kata hatimu
Sebabku tak sanggup mengartikan getar ini
Sebabku meragu pada dirimu

Mengapa berat ungkapkan cinta padahal ia ada
Dalam rinai hujan, dalam terang bulan
Juga dalam sedu-seda

Mengapa sulit mengaku cinta padahal ia terasa
Dalam rindu dendam, hening malam
Cinta terasa ada


Caramu mencintaiku menjauhkan kecurangan
Seperti bintang yang setia pada bulan
Memegang kukuh janji menemani aku sampai mati
Terpasung hati tulusmu mendampingi diriku

Makin aku cinta
Cermin sikapmu yang mampu meredam rasa
Keakuanku memahami cinta

Makin aku cinta
Cermin sikapmu yang mampu meredam rasa
Keakuanku mengerti, memahami cinta

Caramu memanjakanku kau rujuki kesejukan pagi
Kau memasung hati tulus aku memasrahkan diri

Jangan pernah terbesit hati meragukan kesetiaan yang tercurah
Aku dan dirimu ditakdirkan satu langit jadi saksi


Moshi-moshi, minna! Tulisan saya kali ini di awali dengan dua buah lagu jadul alias jaman dahulu, yang sebenarnya tidak terlalu menggambarkan sosok dalam kehidupan percintaan saya, tetapi saya menyukai kedua lagu tersebut. (Lagi-lagi harus tentang cinta). Berbicara tentang lagu cinta, dari kedua lagu tersebut memiliki kesamaan. Mereka berduet dengan pasangannya masing-masing, namun hubungannya telah kandas di tengah jalan. Nyesek.


            Yang pertama itu, lagunya Acha Septriasa Feat. Irwansyah  yang judulnya, “Ada Cinta”. Saya pertama kali mendengar lagu ini pada waktu SMP dan di saat mereka masih menjalin hubungan berpacaran. Tentang lagu ini? Ah, jangan ditanya. Dahulu saya pernah mengagumi satu kakak kelas saya sewaktu SMP. Entah perasaan apa yang kala itu saya rasakan, saya tak bisa mendeskripsikannya secara jelas karena waktu itu saya masih bisa dibilang bocah ingusan, yang polos dan tak mengerti apa-apa tentang percintaan (mungkin sekarangpun –okeskip). Namun, kakak kelas yang saya kagumi dan selalu mengingatkan saya dengan lagu ini, bukanlah kakak kelas yang sebelumnya telah saya ceritakan di postingan-postingan sebelumnya. Tapi kakak kelas saya ini berbeda dua tahun di atas saya. bisa dibayangin, kan? Bagaimana ingusannya saya waktu itu? Baru lulus dari SD kemudian dilanjutkan ke SMP dan memiliki perasaan aneh. Ah, saya saja tidak bisa membayangkannya.


            Dan masih mengenai lagu pertama, saya juga dahulu sempat bertanya-tanya, “Mengapa harus lagu ini? Kan masih banyak lagi lagu yang lebih masuk akal untuk menggambarkan rasa aneh yang saya rasakan?” Namun, jawabnya baru saja saya ketemukan ketika saya mau kelulusan SMA, “Mungkin, lagu ini adalah lagu penyemangat agar saya bisa mengutarakan perasaan saya kepada dia, namun terlihat percuma. Lalu berpikir, “Kok lemot, sih?” Yaa, mungkin saja karena saya baru mengerti apa itu arti suka, sayang, atau cinta setelah saya disakiti oleh laki-laki pada saat memasuki SMA, hingga sekarang. Oh, jadi intinya, laki-laki yang pernah menyakiti saya itu telah menyadarkan saya? Hmm, bisa dibilang sih, seperti itu.


            Sedangkan mengenai lagu yang kedua ini dinyanyikan oleh pasangan Anang Hermansyah Feat. Krisdayanti. Bisa dibilang, pasangan ini lebih terasa nyeseknya dibandingkan pasangan yang kedua. Karena mereka berstatus sebagai Suami-Istri, telah dikaruniai anak, dan akhirnya harus berakhir di tengah jalan (sakit pasti, dan mungkin juga lagu ini adalah lagu kenangan mereka berdua). Sebenarnya, tak hanya mereka berdua saja yang memiliki kenangan dengan lagu yang mereka nyanyikan sendiri, tetapi saya pun. “Wah, memang ada apasih dengan lagu Makin Aku Cinta?” Jadi gini, lagu jadul ini terdengar samar pada zamannya di telinga saya (saya lupa kapan lagu ini ngehits dan kenangan apa yang sudah terbentuk dalam lagu ini). Karena sesungguhnya, kenangan dari lagu ini sendiri baru saja tercipta akhir-akhir ini. Bukan kenangan berdua, namun cukup sendiri. Akan saya uraikan mengapa, dalam tulisan berikut.


            Ini berhubungan dengan cerita kakak kelas saya pada waktu SMP, namun bukan kakak kelas yang berbeda dua tahun di atas saya. Tetapi, kakak kelas yang sedang menimba di Mesir. “Memang, ada apa dengan dia?” Saya sebenarnya sedikit bertanya dan kebingungan sendiri dengan perasaan yang saya rasakan kepada dia. Saya sama sekali belum pernah melihat dia secara langsung (mungkin pernah, pada waktu SMP. Tetapi dahulu saya tidak mengenalinya, saya hanya mengetahui adiknya saja), mendengar suaranya, bahkan mengenal sedikit banyak tentangnya secara langsung, tetapi saya merasa benar-benar yakin untuk menunggu dia, memnanti, bahkan ada panggilan hati untuk memperbaiki diri agar dia tak kecewa. Rasanya kalau dipikir-pikir, semuanya itu di luar dari nalar. “Kenapa bisa?” Saya pun tak tahu menahu tentang jawaban di balik semua pertanyaan saya itu. Yang saya tau, jika saya selalu berdoa dan diimbangin dengan usaha, insya Allah pasti kuasa Allah akan bermain di balik semua ini. Tetapi, entah bagaimana saya bisa yakin dengan kata-kata itu juga, saya sendiri sedang kebingungan mengapa se-begitu yakinkah saya, akan dia?


            Lalu, perasaan apa yang sekarang sedang saya rasakan? Dan, mengapa bisa? Atau mungkin Allah sengaja untuk menaruh namanya dalam hati saya, agar hati saya tak lagi-lagi disakiti oleh siapapun? Dan juga agar hati saya tidak melirik pada lelaki lain, dan hanya berfokus untuknya? Jikalau memang, mengapa harus dia? Dan mengapa Allah sampai begitu hebatnya meyakinkan saya, hingga saya sanggup untuk menunggu, menanti, bahkan untuk saya merubah diri? Dan jika bukan, apa dia hanya seseorang yang Allah titipkan dihati saya hanya untuk melatih kesabaran saya dan menyadarkan saya untuk memperhatikan segala sesuatu yang kurang dari saya? Ah, saya tidak ingin gila mendadak karena pertanyaan yang begitu rumit ini tak saya temukan jawabnya.


            Lalu, jika sudah begini siapa yang harus disalahkan? Dimintai pertanggungjawaban? Tidak akan ada yang bisa disalahkan atau dimintai pertanggungjawaban karena saya sendirilah yang merasakan, saya sendiri yang belajar untuk menerima rasa yakin, dan saya sendirilah yang membuat rasa ini semakin dalam. Justru, sayalah yang harus meminta maaf kepada kedua orang tuanya, terlebih kepada ibunya:


            “Bu, apa engkau sudi untuk memaafkan saya yang telah lancang dan berani mencintai anak pertamamu? Saya benar-benar tidak tahu dan mengerti mengapa bisa, terlebih dengan anak lelaki ibu. Rasa ini ada begitu saja, ketika Ibu saya menceritakan sedikit tentang anakmu. Kala itu, hati saya merasa terpanggil, merasa nyaman rasanya. Apa mungkin, ini cinta Allah yang sengaja dititipkan di hati saya, atau hanya bersifat sementara? Saya tak tahu pasti.


            Bu, maaf pula jika derajat ketakwaan antara saya dan anakmu tak seimbang. Tapi, saya belajar dari arti menanti dan menunggu, agar kelak saya bisa menjadi pribadi yang sedikit lebih baik dari sebelumnya; dengan cara memperbaiki diri. Memang inilah kesalahan fatal saya, karena memilih bintang yang lebih jauh dan bersinar terang untuk menemani gelapnya ketika saya tidur, dibanding dengan bintang yang nyala terangnya redup. Bukan saya mengabaikan bintang yang redup imannya, tetapi saya merasa silau sendiri ketika melihat bintang yang berada jauh di sana; yang ternyata itu adalah cahaya dari anakmu.


            Bu, mungkin ini hanyalah sekedar tulisan biasa yang tak kau mengerti apa dan bagaimana maksudnya. Namun melalui tulisan ini, saya hanya ingin bertanya dengan penuh kebingungan; mengapa harus anakmu, dan meminta maaf jika kelancangan saya untuk mencintai anakmu itu tak beralasan pasti karena saya benar-benar mencintainya yang saya sendiri saja bingung mengapa bisa. Dan insya Allah sebisa saya, saya tidak akan menodai cinta yang Allah titipkan ini; walaupun waktu yang akan menjelaskannya nanti, tak berpihak kepada saya. Saya banyak belajar dari anakmu, mulai dari rasa senang, sedih, bersabar, dan mau belajar untuk menjadi pribadi yang baru. Subhanallah, begitu besar pengaruh anakmu dalam hidup saya. Itu karena tak lain dan tak bukan, karena cinta Allah yang mengalir dalam aliran darah saya ini.”



Syukron, Li. J

4 comments:

  1. dalemmmmmmmmmmmm...........

    ReplyDelete
  2. Sebaiknya rasa itu tersimpan dalaaammm
    Menunggulah karenaNya dgn sibuk memperbaiki diri ret :') ({})

    ReplyDelete
    Replies
    1. pasti, sensei ({}) aku akan menunggu dia karenaNya :')
      thanks a lot, girl :)

      Delete
  3. trsentuhhhh :d hh.....

    ReplyDelete