Monday 11 August 2014

Sepucuk Pesan Untuknya





Liliana lirih menatap tulisan di atas, ia tak kuasa lagi menahan sedih yang berkecamuk di dalam hatinya. Kemudian, Ibunya pun masuk ke kamar Liliana untuk menghampirinya karena ajakan makan dari Ibunya sedaritadi tidak digubris. Ibunya setengah kaget melihat anaknya menagis, dengan hati-hati dan penuh kasih sayang, akhirnya ibunya mencoba memberanikan diri untuk bertanya, “Liliana, ada apa denganmu, nak?” Liliana pun hanya terdiam menahan isak tangisnya. Ibunya pun mendapati sebuah kertas yang dipegang oleh Liliana dan segera untuk membacanya. Dipeluknya anak satu-satunya tersebut sembari mengatakan, “Li, apa kamu ragu dengan dia yang ada di hatimu hanya karena kalian sebatas pertemanan dan kakak-adik sewaktu SMP? Li, dengar Ibu, berulang kali Ibu mengatakan untuk jangan terlalu merisaukannya. Karena jodoh Allah yang mengatur, dan kamu yang berkehendak untuk memilih. Lelaki yang baik, hanya untuk wanita yang baik. Jika kamu sudah berhasil untuk sedikit merubah diri kamu, maka kelak Allah akan mendengar semua doa-doamu. Lagi pula, Ibu selalu mendoakanmu yang baik, kok. Karena Ibu sangat menyayangi kamu. Jangan menangis lagi, ya? Sekarang, ayok kita makan siang dulu.” Liliana pun merasa sedikit tenang mendengar ucapan Ibunya tersebut. Sambil menghapus air matanya, Liliana beranjak mengikuti Ibunya untuk makan siang bersama.


            Malam pun tiba, di lihatnya sekali lagi surat itu. Surat yang ia tahu tidak akan pernah terbaca oleh penerimanya. Surat tanpa nama ataupun inisial tersebut terlihat menyedihkan baginya. Di bacanya berulang kali, hingga tanpa terasa, lagi-lagi menitikan air mata. Namun, dengan sesegera mungkin, ia menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum walaupun terlihat berat untuk Liliana. Liliana menghela napas panjang, diperhatikannya setiap untaian kata yang tersusun. “Kak, andai kamu mendengar setiap doa-doaku. Andai kamu bisa baca surat tanpa pengirim ini, kak. Dan, masih banyak ucapan andai aku untuk kamu yang tak bisa kamu dengar. Masih banyak, kak. Masih banyak sekali.” gumamnya di dalam hati. Tanpa sadar, jam dinding kala itu menunjukkan pukul tengah malam. Tanpa tersadar, Liliana tertidur dengan surat yang terus ia dekap sepanjang malam.


            Hari demi hari, Liliana tetap berusaha untuk bersabar dan menantikan waktu yang indah itu akan tiba. Dan juga, ia selalu mengingat kata-kata Ibunya semenjak itu. Liliana tersadar bahwa menunggu itu tak selamanya mudah baginya, namun dalam menunggu tersebut, ia di beri banyak waktu untuk merubah diri menjadi yang lebih baik lagi agar ia tidak mengecewakannya. Dan lagi, sejujurnya ia merasa bingung mengapa bisa yakin kalau dialah yang terbaik untuknya, jika memang bertemu tatap muka saja pun belum pernah. Walau begitu, mereka pernah setidaknya untuk berkomunikasi, walaupun hanya sekedar melalui sosial media. Namun kala itu, Liliana bahagia bukan main bisa berkomunikasi dengannya. Sungguh, bahagia itu amat sederhana untuknya.



            Tanpa putus doa dan harapan, yang selalu diimbangi dengan usaha yang selama ini dia lakukan, kini ia dapat untuk menunggunya dengan lebih sedikit tenang. Liliana selalu berucap syukur kepada Allah, karenaNya Liliana dapat menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan menjaga hatinya dari laki-laki yang memang hanya berniat untuk menyakitinya saja. Tak henti-hentinya, Liliana selalu dan selalu saja berucap syukur, “Kak, mungkin cinta yang tertanam di hatiku ini adalah cinta yang Allah titipkan untuk selalu kujaga. Sebisa mungkin, aku tidak akan merusak cinta tulusNya ini. Allah memberikan satu malaikatnya untukku, ketika aku sedang merasa sedih dan merasakan sepi. Kakak tahu, siapa malaikat itu? Iya, orang itu adalah seseorang yang hidup di dalam hatiku ini. Allah telah menyelamatkanku dari banyak hal yang berniat ingin menyakiti, dengan menaruh cintaNya ini atas nama Kakak.” Liliana tersenyum renyuh. Entah sampai kapan penantiannya akan habis di makan oleh waktu. Tetapi yang pasti, ia akan selalu menunggunya. Menunggu dia yang di utus oleh Allah untuk menjadi Malaikatnya, kelak.


2 comments: