Monday 4 August 2014

Me and My Father.





Ni háo! Ngomong-ngomong, kalau mau minta maaf sekarang masih afdhol, bukan? Okelah, kalau begitu, “Selamat hari raya idul fitri 1435 H, minal aidzin walfaidzin yaa, mohon maaf lahir dan bathin.” Maaf jikalau ada tulisan saya yang sudah menyinggung secara langsung ataupun tidak, saya hanya manusia biasa yang penuh kekhilafan saja, kok.


            Sebenarnya, setelah lebaran ini selesai, saya sudah merencanakan untuk menuliskan kejadian selama sebulan penuh kemarin, sampai saya rela bela-belain untuk menjadi mata-mata dari jamiati (paling mendominasi ibu-ibu dan anak-anak) untuk melihat situasi sosial yang telah terjadi pasca menjelang sholat Isya hingga selesainya sholat tarawih. Hasilnya sedikit mencengankan, namun saya tidak akan mengumbar aib masyarakat di sini. Dan lebih baik saya bercerita antara saya dan Ayah saya; yang terangkum di hari ini.




            Semua orang pasti pernah bermimpi, bukan? Hal ini yang saya alami pada malam hari ketika saya terlelap. Saya bermimpi menaiki motor bersama Bapak saya dengan riang dan senang yang bukan main. Kala itu, kami berdua sedang mengitari sebuah komplek namun saya sendiri tak tahu jelasnya di mana. Cerita di mimpinya terjadi pada sore hari, terlihat sepi namun tidak begitu sepi karena saya bisa melihat saat itu satpam sedang duduk di posnya dan berjaga.




            Tiba-tiba saya terbangun pada pukul 04:40 WIB karena alarm saya berbunyi. Saya sengaja memasang alarm pada waktu tersebut karena sekitar 5 menit yang akan datang, Adzan untuk sholat Subuh berkumandang. Sebelum Adzan, saya berusaha untuk yang kata orang-orang itu mengumpulkan nyawa sekaligus mengingat apa yang telah saya mimpikan tadi. Namun, saya tak sepenuhnya mengingat mimpi tersebut dan akhirnya Adzan pun berkumandang dan saya bergegas untuk sholat dan tilawah.




            Dari pagi hingga sore harinya, kejadian di hari ini biasa saja terjadi layaknya tak ada apa-apa. Namun ketika ba’da sholat Isya, Bapak saya tiba-tiba menghiasi suara telepon rumah yang sberdering, “Ret, jemput Bapak di jalan kearah UPJ, motor Bapak mogok di jalan ini. Jangan lupa bawa tali tambang.” Tanpa bai-bi-bu lagi, saya bergegas berangkat dan menyiapkan tali tambang untuk menarik motor Bapak saya itu. Kalian belum pernah melihat seorang wanita berusaha untuk menarik motor dengan tali tambang dengan motor lain, bukan? Jika belum, berarti kalian rugi tidak mengenal saya. (devil laugh)


            Sepanjang perjalanan untuk menjemput Bapak saya, saya dilanda oleh rasa takut. Entah apa penyebabnya, rasa takut itu semakin bertambah ketika melewati jalanan yang hanya dihiasi lampu jalanan di setiap 2 km-nya, gelap, sepi, dan banyak pepohonan tinggi dan lebat yang menambah suasana menjadi mencekam, namun saya berusaha untuk biasa saja di jalan. Rasa takut yang saya rasakan kian bertambah ketika mendekati jalan menuju UPJ. Segera saya memberhentikan NOS di pinggir jalan, mengeluarkan handphone milik Mama saya (kala itu, saya tidak membawa hp pribadi), dan menelepon Bapak saya untuk menanyakan posisi mendetilnya. Beliau menyuruh saya untuk putar arah, setelah di beri instruksi, saya pun bergegas untuk mencari belokan untuk memutar arah. Tapi mengapa ini tidak ada putaran? Posisi saya saat itu berada jauh dari posisi Bapak saya. Ya, saya kesasar sampai ke Bintaro X-Change! Waduh! Mana saya lupa jalan untuk kembali ke posisi awal. Dengan mengikuti kata hati dan berniat untuk mencari putar balik, bisa terhitung 2 kali saya ke sasar entah ke daerah mana. Dan ketika saya merasa putus asa dan kesal yang sedaritadi hanya memutari mall tersebut untuk mencari jalan kembali menjemput Bapak saya, akhirnya ketemulah jalan yang menghantarkan saya untuk segera menarik motor Bapak saya yang mogok. Oke! Tugas pertama sudah selesai, masih ada tugas ke dua; gumam saya dalam hati.




            Ternyata saya membawa tali tambang, sia-sia. Karena Bapak saya ternyata membawanya juga di motornya. Jadi, buat apa beliau menyuruh saya untuk membawanya lagi dari rumah? Ah, bukan di sini permasalahannya. Setelah mengikat tali tambang tersebut di plat nomor motor masing-masing, saya siap untuk menarik motor Bapak saya. Saya kira, pekerjaan seperti ini mudah, awalnya! Ternyata sulit bukan main untuk pemula seperti saya. Awalnya, untuk menariknya berat bukan main dan membutuhkan keseimbangan juga; terlebih di jalanan rusak, arah berbelok, dan polisi tidur.




            Sempat terputus tali tambang itu sebanyak 3 kali. Yang pertama kalinya, tak jauh dari lokasi Bapak saya menunggu tadi. Alasanya karena saya terlalu cepat menambah kecepatan, alhasil tali tidak kuat untuk menarik lagi dan akhirnya terputus. Setelah sedikit terbiasa untuk menahan keseimbangan dan kecepatan motor, saya di beri 2 alternatif jalan: yang pertama jalanan rusak, gelap dan jarak ke rumah dekat, sedang yang kedua jalanan yang tidak terlalu rusak, tidak terlalu gelap namun jarak ke rumah lumayan jauh. Dengan jelas saya pasti memilih jalan kedua, karena memang saya masih agak kesulitan untuk jalan yang rusak.




          Di jalan yang kedua ini, tali putus sebanyak dua kali. Untuk yang kedua kalinya putus karena ada lubang dan saya berusaha menghindari lubang, yang akhirnya tali itu terputus. Setelah diikat kembali, saya melanjutkan perjalanan. Entah ikatannya yang kurang kencang atau memang belokan ini yang terlalu menikung, tali pun putus untuk yang ketiga kalinya. Lagi-lagi harus diikat kembali adi belokan ini. Tangan saya dingin bukan main selama perjalanan tersebut.


            Saya berangkat pukul 19:10 WIB dan sampai di rumah pukul 21:45 WIB. Wow, perjalanan panjang, bukan? Padahal jarak yang ditempuh tak terlalu jauh jika dibandingkan dari rumah sampai kampus yang jaraknya sekitar 20 km. Yang membuat lama di perjalanannya adalah ketika kesasar mencari putaran balik dan menarik motor Bapak saya itu yang tersendat dengan tali yang selalu putus. Belum lagi ada mobil atau motor yang ingin menyalip, padahal saya berjalan sudah berada di sebelah kiri.




            Ketika sampai di rumah, rasanya bahagia sekali; karena perjalanan menakutkan sekaligus penuh tantangan telah usai. Lalu saya terduduk di depan laptop dan memikirkan kejadian tadi. Mimpi? Apa ini kebalikan dari mimpi tadi pagi itu? Tiba-tiba, tanpa sengaja saya tertawa sendiri yang menimpulkan pertanyaan dari Bapak saya. ketika beliau bertanya mengapa, saya jelaskan panjang lebar mengapa alasan saya bisa tertawa mendadak. Beliau hanya tersenyum menanggapi cerita saya.


Jadi, seperti inilah pengalaman seru antara saya dan Ayah saya. Kalian juga pasti memiliki kebersamaan yang unik bersama keluarga, terlebih Ayah kalian, bukan? Wah, itu pasti akan menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan dalam hidup kalian, sama seperti saya. J Kira-kira, kapan ya, kita bisa memiliki pengalaman seperti tadi malam, Yah?



“Karena dalam kerja keras dan kebersamaan, akan tercipta pengalaman unik.” – Unknown.

1 comment: