Ni háo! Ngomong-ngomong, kalau mau minta maaf sekarang masih afdhol, bukan? Okelah, kalau begitu, “Selamat hari raya idul fitri 1435 H, minal aidzin walfaidzin yaa, mohon maaf lahir dan bathin.” Maaf jikalau ada tulisan saya yang sudah menyinggung secara langsung ataupun tidak, saya hanya manusia biasa yang penuh kekhilafan saja, kok.
Sebenarnya, setelah lebaran ini selesai, saya sudah
merencanakan untuk menuliskan kejadian selama sebulan penuh kemarin, sampai saya
rela bela-belain untuk menjadi mata-mata dari jamiati (paling mendominasi
ibu-ibu dan anak-anak) untuk melihat situasi sosial yang telah terjadi pasca menjelang
sholat Isya hingga selesainya sholat tarawih. Hasilnya sedikit mencengankan,
namun saya tidak akan mengumbar aib masyarakat di sini. Dan lebih baik saya
bercerita antara saya dan Ayah saya; yang terangkum di hari ini.
Semua orang pasti pernah bermimpi, bukan? Hal ini yang
saya alami pada malam hari ketika saya terlelap. Saya bermimpi menaiki motor
bersama Bapak saya dengan riang dan senang yang bukan main. Kala itu, kami
berdua sedang mengitari sebuah komplek namun saya sendiri tak tahu jelasnya di
mana. Cerita di mimpinya terjadi pada sore hari, terlihat sepi namun tidak
begitu sepi karena saya bisa melihat saat itu satpam sedang duduk di posnya dan
berjaga.
Tiba-tiba saya terbangun pada pukul 04:40 WIB karena
alarm saya berbunyi. Saya sengaja memasang alarm pada waktu tersebut karena
sekitar 5 menit yang akan datang, Adzan untuk sholat Subuh berkumandang.
Sebelum Adzan, saya berusaha untuk yang kata orang-orang itu mengumpulkan nyawa
sekaligus mengingat apa yang telah saya mimpikan tadi. Namun, saya tak
sepenuhnya mengingat mimpi tersebut dan akhirnya Adzan pun berkumandang dan
saya bergegas untuk sholat dan tilawah.
Dari pagi hingga sore harinya, kejadian di hari ini biasa
saja terjadi layaknya tak ada apa-apa. Namun ketika ba’da sholat Isya, Bapak
saya tiba-tiba menghiasi suara telepon rumah yang sberdering, “Ret, jemput
Bapak di jalan kearah UPJ, motor Bapak mogok di jalan ini. Jangan lupa bawa
tali tambang.” Tanpa bai-bi-bu lagi, saya bergegas berangkat dan menyiapkan
tali tambang untuk menarik motor Bapak saya itu. Kalian belum pernah melihat
seorang wanita berusaha untuk menarik motor dengan tali tambang dengan motor
lain, bukan? Jika belum, berarti kalian rugi tidak mengenal saya. (devil laugh)
Ternyata saya membawa tali tambang, sia-sia. Karena Bapak
saya ternyata membawanya juga di motornya. Jadi, buat apa beliau menyuruh saya
untuk membawanya lagi dari rumah? Ah, bukan di sini permasalahannya. Setelah
mengikat tali tambang tersebut di plat nomor motor masing-masing, saya siap
untuk menarik motor Bapak saya. Saya kira, pekerjaan seperti ini mudah,
awalnya! Ternyata sulit bukan main untuk pemula seperti saya. Awalnya, untuk
menariknya berat bukan main dan membutuhkan keseimbangan juga; terlebih di
jalanan rusak, arah berbelok, dan polisi tidur.
Sempat terputus tali tambang itu sebanyak 3 kali. Yang pertama kalinya, tak jauh dari lokasi Bapak saya menunggu tadi. Alasanya karena saya terlalu cepat menambah kecepatan, alhasil tali tidak kuat untuk menarik lagi dan akhirnya terputus. Setelah sedikit terbiasa untuk menahan keseimbangan dan kecepatan motor, saya di beri 2 alternatif jalan: yang pertama jalanan rusak, gelap dan jarak ke rumah dekat, sedang yang kedua jalanan yang tidak terlalu rusak, tidak terlalu gelap namun jarak ke rumah lumayan jauh. Dengan jelas saya pasti memilih jalan kedua, karena memang saya masih agak kesulitan untuk jalan yang rusak.
Di jalan yang kedua ini, tali putus sebanyak dua kali.
Untuk yang kedua kalinya putus karena ada lubang dan saya berusaha menghindari
lubang, yang akhirnya tali itu terputus. Setelah diikat kembali, saya
melanjutkan perjalanan. Entah ikatannya yang kurang kencang atau memang belokan
ini yang terlalu menikung, tali pun putus untuk yang ketiga kalinya. Lagi-lagi
harus diikat kembali adi belokan ini. Tangan saya dingin bukan main selama
perjalanan tersebut.
Saya berangkat pukul 19:10 WIB dan sampai di rumah pukul 21:45
WIB. Wow, perjalanan panjang, bukan? Padahal jarak yang ditempuh tak terlalu
jauh jika dibandingkan dari rumah sampai kampus yang jaraknya sekitar 20 km.
Yang membuat lama di perjalanannya adalah ketika kesasar mencari putaran balik
dan menarik motor Bapak saya itu yang tersendat dengan tali yang selalu putus.
Belum lagi ada mobil atau motor yang ingin menyalip, padahal saya berjalan
sudah berada di sebelah kiri.
Ketika sampai di rumah, rasanya bahagia sekali; karena
perjalanan menakutkan sekaligus penuh tantangan telah usai. Lalu saya terduduk
di depan laptop dan memikirkan kejadian tadi. Mimpi? Apa ini kebalikan dari mimpi tadi pagi itu? Tiba-tiba, tanpa
sengaja saya tertawa sendiri yang menimpulkan pertanyaan dari Bapak saya.
ketika beliau bertanya mengapa, saya jelaskan panjang lebar mengapa alasan saya
bisa tertawa mendadak. Beliau hanya tersenyum menanggapi cerita saya.
Jadi, seperti inilah
pengalaman seru antara saya dan Ayah saya. Kalian juga pasti memiliki
kebersamaan yang unik bersama keluarga, terlebih Ayah kalian, bukan? Wah, itu
pasti akan menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan dalam hidup kalian, sama
seperti saya. J
Kira-kira, kapan ya, kita bisa memiliki pengalaman seperti tadi malam, Yah?
“Karena dalam kerja keras dan
kebersamaan, akan tercipta pengalaman unik.” – Unknown.
berbakat jd pnulis km...;)
ReplyDelete