Saturday 9 June 2018

Adi Kartiko Priadi



Assalamu’alaikum, Kak Adi.. Kak Adi,” dengan setengah berteriak, saya membuat gaduh di depan rumah orang yang hanya berjarak empat langkah dari rumah saya.

Iyaaa, wa’alaikumsalam. Kenapa, No?” Tanyanya sembari berjalan melewati pintu rumahnya.

Maaf, Kak, kalau sudah ganggung waktunya hehe. Saya mau pinjam raket badminton boleh, Kak?

Oh, yaa, boleh kok. Tunggu sebentar, yaa!” Ujar Kak Adi seraya masuk ke dalam untuk mengambil raket tersebut dan kemudian diberikan kepada saya.

Terima kasih, ya, Kak! Nanti saya kembalikan jika sudah selesai bermain,” saya mengakhiri obrolan dengan muka bahagia karena dapat bermain badminton dengan bermodalkan meminjam raket milik Kak Adi. Dia hanya tersenyum melihat respon saya dan kemudian kembali masuk ke dalam rumah.




Ya, begitulah kiranya awal saya mengenali sosok Kak Adi. Kami memang bertetangga, tetapi saya hanya sekedar tahu dia dari nama saja. Ketika sedang cinta-cintanya dengan olahraga badminton, saya masih menginjak sekolah dasar pada saat itu. Percakapan singkat di atas benar adanya terjadi hampir di setiap pagi, di setiap harinya. Entahlah atas dasar apa saya meminjam raket tersebut hanya ke Kak Adi saja. Entah karena tetangga lainnya tidak memiliki raket, atau ada yang punya namun sudah rusak, dan sebagainya; saya lupa. Karena keseringan meminjam raket tersebut, saya jadi dekat dengan keluarganya; orangtuanya, kakak-kakaknya, bahkan almarhumah adiknya yang saat itu sedang berjuang melawan penyakit yang dideritanya.


Saya dengan Kak Adi berbeda usia tiga tahun. Jadi ketika saya lulus SD dan ingin masuk SMP, Kak Adi sudah masuk ke bangku SMA. Lucunya, saya berhasil lulus di SMP dan SMA yang sama dengannya walaupun kita tidak pernah satu lingkunagan sekolah. Namun, saya mulai berurusan dengan Kak Adi tanpa perantara raket semenjak saya duduk di bangku sekolah menengah pertama. Saat itu, saya menjadi perwakilan di setiap RT untuk kegiatan remaja masjid dekat rumah. Awalnya, saya tidak mengetahui kalau Kak Adi akan mengikuti kegiatan ini juga. Tahu-tahu, dia berjalan mendahului saya dengan salah satu tetangga saya sambil berbincang seru. Saya hanya memperhatikan punggungnya dari belakang sambil mengikuti berjalan ke joglo.


Perkumpulan remaja-remaja ini akhirnya berdiskusi dan di awali dengan memperkenalkan diri. Karena perkumpulan ini, saya menjadi tahu kapan dia ulang tahun, “Wah, berarti ultahnya pas hari kartini, dong?” gumam saya dalam hati ketika dia sudah selesai memperkenalkan diri. Sejak perkumpulan itu, saya mencoba mencari akun facebook miliknya dan menambahkannya sebagai teman. Tak lama setelah itu, muncul pemberitahuan, "Adi Kartiko P menerima permintaan pertemanan." Ya sudah, setelah itu justru saya dan dia lost contact karena dia harus melanjutkan studi arsitekturnya di Undip, Semarang, sedangkan saya lanjut ke jenjang SMA.


Pernah suatu waktu, saya iseng untuk menyapa di facebook ketika sedang online, “hallo, Kak Adi.” Selang beberapa menit, sapaan saya dibalas! Wow! Saya tidak berharap kalau pesan saya dibalas karena memang hanya sekedar iseng saja. Dari keisengan tersebut, obrolan kami berlanjut ke pesan singkat haha (iya, zaman-zaman dulu memang masih menggunakan SMS). Ternyata dari pesan singkat tersebut, saya jadi menyimpan rasa dengan Kak Adi! Saya juga tidak bisa menyangka dan menyangkal hal ini karena semenjak perkumpulan waktu itu, entah mengapa saya merasa kagum dengan dia. Aneh tapi nyata. “Lha? Gua sama Kak Adi, kan, hanya tetangga biasa. Kenapa bisa begini perasaan gua? Kenapa juga harus punya perasaan begini?” Pertanyaan ini seringkali berputar di otak saya dan tak kunjung mendapatkan jawaban.


Karena merasa semakin hari semakin aneh dengan perasaan saya, akhirnya saya memberanikan diri bertanya kepada Kak Adi. Dengan tangan sedikit gemetar, saya membuka percakapan, “Kak, kalau misalnya aku jadi suka sama kakak, gimana?” Saya bertanya dengan gugup. Send. Akhirnya saya berhasil mengirim pertanyaan yang ada di otak saya tersebut. Cukup lama saya menanti balasannya, akhirnya penantian tersebut berujung juga, “Wah, No, makasih banyak sebelumnya sudah suka sama aku. Tapi maaf, kamu bisa hapus perasaan suka itu, gak? Soalnya aku bukan orang yang baik untuk kamu hehe. Aku ini brengsek, tau, gak benerlah, intinya.” Kata-katanya seketika membuat saya lemas bukan main. Rasanya jika saya bisa memutar waktu, saya akan membiarkan pertanyaan tersebut mengendap lebih lama di otak saya. “Sumpah, rasanya ingin hilang saja dari muka bumi ini.”


Ternyata, status hubungan yang Kak Adi miliki di facebook selama ini disetting, “hanya saya saja” sehingga saya tidak mengetahui bahwa dia sudah mempunyai kekasih. Padahal kekasihnya menyetting status hubungannya, “publik.” Saya tahu permasalahan ini karena setelah saya bertanya pada Kak Adi, dia langsung menyetting status hubungannya menjadi, “hanya teman.” Sebenarnya saya agak syok mengetahui hal ini. Namun, saya tidak ingin ikut campur terlalu jauh tentang kehidupan percintaannya.


Kalau tidak salah selang satu tahun kemudian, Kak Adi putus dengan kekasihnya. Karena saya adalah orang yang kepo akut, akhirnya saya stalking mereka berdua. Ternyata, Kak Adi berselingkuh dengan senior dari kekasihnya ini. Dan saya baru tahun kemarin kalau kisah perselingkuhannya ini merupakan masa-masa dia sedang berjaya menikmati jati dirinya. Namun yang membuat saya lucu adalah, “Iya, gua selingkuh dengan senior kekasih gua. Eh, taunya gua diselingkuhin lagi sama yang ini. Padahal gua udah suka banget sama dia, cinta matilah bisa dibilang. Mau dia apain guapun, gua rela saking sayangnya.” Saya yang mendengar pernyataan ini dibuat terpingkal bukan main. Bagaimana tidak? Pengkhianatan pasti akan dibalas dengan pengkhianatan. Dan saya menjadi tahu maksud dari kata, “brengsek,” yang dia ucapkan beberapa tahun yang lalu. “Yaaa, yaa. Gak kepikir, sih, kalau Kak Adi mainin gua juga. Gokil, sih, nih orang. Bikin anak orang menderita, tapi gak pengen gua menderita kayak mantannya,” pikir gua dalam hati sambil bersyukur tiada henti.




Jum’at, 08 Mei 2018


Yap! Satu paragraf terakhir di atas saya dengar langsung dari mulutnya karena bertemu dengannya hari ini. Sebenarnya, ada dua hari setelahnya saya jalan bareng dengannya dan tidak saya jabarkan di sini (tentu, dengan rentang waktu yang sangat lama dan ditemani dengan seorang teman), yaitu saat saya masih kelas 11 SMA (ditemani tetangga) dan saat saya kuliah (ditemani oleh teman SMA). Delapan Mei Duaribu Delapanbelas, saya bertemu dengan Kak Adi tanpa ditemani oleh siapapun. Saya awalnya merasa kebingungan karena dia sudah lama berniat mengajak saya bertemu, namun baru hari ini bisa terealisasikan.


Jadi dipertemuan hari ini, banyak sekali yang dibahas dalam satu jam ke depan. Salah satunya dia memberi saya hadiah karena sudah resmi menjadi alumni UIN, dan salah satunya adalah kabar baik yang membuat saya terperangah. Selain itu, banyak sekali perbincangan-perbincangan yang membuka sudut pandang saya yang lainnya. Katanya, “Cowok itu hampir semuanya brengsek, No. Gua juga termasuk. Karena perbandingannya dengan yang baik itu hanya 3:2. Jadi kalau mau memilih suami, telaah dulu niat cowok ini seperti apa. Selidiki dulu dari lingkungan tempat tinggalnya, pergaulannya, lingkungan kerjanya. Kalau bisa lu harus tanya ke teman dekatnya soal pendapat tentang cowok ini. Biasanya teman dekat enggak akan salah dalam memberi penilaian.


Obrolan ini yang paling saya suka. Karena secara tidak langsung, dia menginginkan saya untuk tidak salah dan terjebak dalam mengambil pilihan, “Jangan terlalu buru-buru kalau bisa. Memangnya mau kalau menyesal ketika sudah berumah tangga? Lu masuk ke dalam jurang, dan gak akan ada yang bisa nolongin?” Lanjutnya dengan muka datar namun serius. Saya hanya menganggukkan kepala tanda memahami perkataannya. Selain itu, pembahasaan mengenai masalah pekerjaan, masa lalunya, bahkan sifat jeleknya dia yang matanya suka, “jelalatan,” menjadi topik pembahasan kami hari ini. Serius, hanya dengan waktu satu jam semua bisa dibahas secara kilat; yaa, walaupun tidak dibahas secara rinci karena waktu saat itu sudah sore dan saya ingin sekali buka di rumah bersama keluarga. Akhirnya obrolan kami diakhiri dengan wejengan-wejengan yang menurut saya, “bukan Kak Adi banget,” gitu ahahaha. Seperti pesan seorang kakak terhadap adiknya. Hmm, salut!



Dear, Kak Adi...


Jari-jari saya lelah sedaritadi hanya beradu dengan keyboard di laptop kesayangan saya ini hingga menimbulkan bunyi “klik...klik,” yang khas. Saya akhiri tulisan ini di sini, ya? Terima kasih, lho, untuk segala pembelajarannya dulu. Terima kasih karena tidak berniat untuk menyakiti saya seperti kakak menyakiti mantan-mantan kakak dulu (atau mungkin kakak takut kali, ya, karena sudah kenal dengan orangtua saya? Ahahaha). Intinya kakak memang brengsek, tapi tidak brengsek ke saya. Terima kasih untuk cerita-cerita terdahulu, ya; sudah mau meminjamkan raket badminton, meladeni setiap SMS saya kala itu, hingga menjawab perasaan saya untuk kakak dengan sebaik mungkin. Saya kecewa betul dan menangis saat itu, namun tidak sekecewa dan sesakit mantan yang kakak khianati itu. Setelah bertahun lamanya, saya baru sadar jika cara kakak mematahkan hati saya dengan kelembutan; tidak membabi buta. Terima kasih juga, Kak Adi, untuk segala nasihat, tips, dan saran yang saya dapat hari ini. Saya suka berdiskusi dengan kakak (tentu tanpa menggunakan hati lagi) karena dapat membuka pola pikir saya dari sudut pandang lainnya. Mungkin cukup sekian dari saya, semoga pertemuan terakhir berdua kemarin menjadi pertemuan singkat yang, yaaaaa....bisalah diingat sesekali haha (isi pembicaraannya, maksudnya).


Baiklah. Selamat untukmu, Kak Adi. Semoga diberi kelancaran dan kemudahan untuk ke depannya. Tenang, dirimu mendapatkan do’a restu khusus dari diriku ini ahaha. J


5 comments:

  1. apakah kak adi seorang yg gentle ? setdknya pdmu ? krn tdk mau menyakiti ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah? gak juga, kok. karena jika dia gentle, dia gak akan menyakiti satu perempuanpun. karen baginya, perempuan itu wajib dihargai, dijaga, tidak dikecewakan, dan dilindungi sama seperti perlakuan dia ke ibu kandungnya sendiri. itu cara cowok gentle memperlakukan wanita dengan baik dan benar...

      Delete
    2. Nice answer��

      Delete
  2. Dy cinta pertama kk , y ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. ahahahaha..alhamdulillahnya, sih, lelaki brengsek itu bukan cinta pertama gua. lagian, cinta pertama apa, sih? sampe detik ini belum paham sama maksud cinta pertama.

      ah, maksudnya cinta monyet, gitu? bukan juga sih, alhamdulillah..

      Delete