Tuesday 24 April 2018

Gajah di Pelupuk Mata Tidak Terlihat, Semut di Seberang Lautan Nampak Jelas


HALLO SEMUANYA!!! Wah, maaf ya salam pembukanya enggak santai ahaha. But, jujur saya kangen sekali sama dunia menulis yang sudah saya tinggali hampir tiga tahun lamanya. Bukan maksud meninggalkan, sih, sebenarnya. Hanya ingin lebih
fokus saja di dunia perkuliahan hehe. Alhamdulillah-nya sekarang saya sudah lulus dan sedang menunggu wisuda pada awal bulan Mei nanti~ YEAAAYY!!! Senangnya bukan main, lho, hehe. Okelah, saya enggak mau terlalu banyak berbasa-basi lagi, cukup segini aja pembukanya. Karena ada yang mau saya ceritakan kepada kalian melalui tulisan ini he..he.. Disimak, yaa? J


Cerita ini bukan lagi soal dia. Ya, dia yang selalu kuceritakan pada blog ini. Bukan lagi membicarakan kenangan-kenangan tentang dia; karena saya benar-benar sudah melupakannya dan tidak ingin mengingatnya lagi. Sebenarnya masih banyak sekali yang saya ingin ceritakan tentangnya di sini. Namun, saya sudah bertekad bulat untuk menutup lembaran cerita saya dengannya. Dia yang dulu saya kenal, tidak lagi saya kenal pada masa sekarang. Saya tidak tahu-menahu soal dia; perihal kabarnya, sedang sibuk melakukan apa saat ini, bahkan saya sudah menutup diri dari semua sosial media miliknya. Ya, saya tidak lagi menyimpan nomornya, saya tidak lagi memfollow akun instagram miliknya. Tetapi, saya masih berteman dengannya di akun facebook. Mengapa? Alasan klasik, sih. Karena saya sudah jarang sekali bermain facebook. Jadinya, saya masa bodo sendiri jika masih berteman di akun tersebut.


Saya ingin menceritakan tentang seseorang yang ada pada masa-masa putih abu-abu; ya, pada saat SMA. “Wah, kok flashbacknya jauh banget?” Hmm, bukan masalah jauhnya, sih. Tapi orang yang pernah berada satu lingkungan dengan saya selama dua tahun itu sedang mengisi hari-hari saya. “Wow, kok bisa?” Nah, makanya saya ingin menceritakan soal dia ditulisan ini. Jadi begini ceritanya...


Inisialnya MS, atau biar lebih mudah kita sebut saja dia kasur, ya? “Kok aneh, sih, nama panggilannya?” Eitttts, tenang aja, itu hanya nama samaran, kok. Nama aslinya, sih, pasti lebih bagus, apalagi soal arti namanya hehe. Iya, jadi dia senior saya ketika saya bersekolah di salah satu SMA Negeri di Tangerang Selatan. Ketika saya menginjak kelas 10, dia berada di kelas 11. Jujur, saya tidak tahu dia sama sekali. Saya tidak tahu kalau dia pernah mengospek angkatan saya, saya tidak pernah tahu kalau dia adalah ketua osis, dan saya sama sekali tidak kenal sosoknya saat itu. Yang saya ingat pada saat itu, pergantian osis periode 2013-2014 itu dilakukan ketika saya kelas 10. Saat itu, seluruh siswa diwajibkan memilih satu dari dua orang kandidat yang akan menggantikan ketua dan wakil ketua osis periode sebelumnya. Kasur dari jurusan ips mencalonkan diri bersama temannya (sebut saja dia nanda) dari jurusan ipa. Saya familiar dengan nanda, tapi tidak dengan kasur. Kenapa? Karena ketika angkatan saya melaksanakan kegiatan ospek, hanya nanda yang saya lihat; ya, saya tidak pernah melihat kasur saat ospek. Ketika pemungutan suara tiba, saya memilih nanda ketimbang kasur yang berlandaskan pada alasan, “ah, saya pilih nanda saja, deh. Saya tidak tahu kakak yang satu itu. Asing seklai rasanya,” gumam saya dalam hati. Namun ajaibnya, kasurlah yang menjadi pemenangnya dan menjadi ketua osis pada periose 2013-2014 saat itu. Lagi-lagi saya bergumam, “ini saya saja yang tidak mengetahui dia, atau bagaimana, sih?” ketika tahu bahwa kasur yang memegang suara terbanyak untuk diberikan tugas dan amanah dari sekolah. Selamat, ya, kak!


Setelah pemilihan osis itu, saya jadi sering sekali melihat dia memasuki kelas saya untuk meminta infak yang dilakukan rutin setiap Hari Jum’at. Lama-kelamaan, saya menjadi tahu kasur walaupun tidak setiap Jum’at dia masuk ke kelas saya. Saya juga menjadi lebih sering melihat dia di sekitaran sekolah. Ya, jelaslah! Dia kan satu lingkungan yang sama dengan saya. Dengan sadar, setiap kali saya melihat dia saya berbicara dalam hati, “kakak itu kalau dilihat-lihat manis juga. Hitam manis gitu, deh. Aku tebak pasti dia orang jawa.” Dengan sok tahunya saya membuat pernyataan seperti itu. Ahaha ada-ada saja, kan?


Saya sempat didekati anak dari guru BK (read: bimbingan konseling) di sekolah saya yang merupakan juga teman satu angkatan kasur. Tidak lama, sih, didekatinya. Hanya saja, perasaan saya yang lama ke dia. Semenjak saya memiliki perasaan dengan anak guru BK tersebut, saya jadi tidak fokus lagi dengan kasur. Mata saya sudah tidak sesering dulu dalam mencari kasur. Seketika benar-benar lupa sama dia begitu saja. Sampai akhirnya, tidak terasa angkatan kasur dan anak guru BK itu lulus. Para senior berpencar untuk melanjutkan masa depannya; bagaikan segerombolan burung yang terbang bebas kala menyambut matahari pagi. Ya, saya sudah tidak tahu kabarnya lagi; di mana dan bagaimana kuliahnya. Karena saya berpikir, saya bukan siapa-siapanya dan tidak mengenal secara langsung pada saat itu.



September, 2017...
Lebih tepatnya pada awal September, saya berinisiatif untuk meramaikan akun instagram saya dengan cara memfollow alumni-alumni pada saat SMA; entah itu teman satu angkatan, senior, maupun junior yang saya ketahui. Sedang asyik-asyiknya mencari akun-akun senior, saya melihat salah satu akun yang foto profilnya tidak asing bagi saya. Dengan bermodalkan iseng dan tidak terlalu berharap untuk difollow back, akhirnya saya klik tombol follow di profilnya. Tidak perlu menunggu lama, ternyata senior ini menekan tombol follow back di profil saya. Awalnya saya ragu kalau dia ini kasur; senior yang pernah saya lihat ketika di sekolah. Setelah saya stalking akunnya, ternyata orang yang saya follow itu dia. Kaget sekaligus bingung, sih, karena bisa ketemu akun instagram dia ahaha. J


Setelah saya difollow back itu, enggak berapa lama saya mendapatkan pemberitahuan bahwa ada seseorang yang mengirimi saya pesan di direct message atau dm. Ketika saya lihat dan baca, ternyata kasur yang mengirim. “Salam kenal,” begitu katanya. Dari sapaan singkat tersebut, akhirnya saya dan dia mengobrol via dm. Saya ingat betul, ketika dia dm saya, hari itu berselang tiga hari setelah dia ulangtahun. Wah, saya sempat berpikir, “apa saya salah, ya, sudah masuk dalam kehidupannya setelah tiga hari ulangtahunnya?” Ooh iya, saya bisa tahu kapan dia berulangtahun karena dia memberitahu saya kapan tepatnya dia lahir. Jadi, apakah ini suatu kebetulan? Entahlah...



Akhir April, 2018...
Dari chat awal yang kasur kirim, kami menjadi dekat. Tidak dekat secara intensif, sih. Tetapi lumayan banyak sekali hal-hal yang dibahas. Selama ini, dia selalu mengajak saya untuk bertemu. Namun tidak pernah saya turuti keinginannya karena waktunya selalu tidak pas. Ya, saya dan kasur sebelumnya tidak pernah ketemu. Hanya pernah sekilas-sekilas melihatnya ketika SMA. Dia mengaku pernah melihat saya ketika SMA, tapi jujur saja saya tidak pernah tahu ketika dia melihat saya. Sebenarnya dia bukan orang asing bagi saya, bukan pula orang yang ‘betul-betul tidak saya ketahui.’ Hanya saja, saya merasa ketika dia mengajak saya untuk bertemu, ada sedikit rasa takut dalam hati. Saya tak pernah tahu alasannya, padahal dia orang yang cukup baik menurut penilaian pribadi saya.


Bulan lalu, lebih tepatnya bulan Maret sebelum saya ulangtahun yang ke-23, saya dengannya chatting dengan cukup serius. Bagaimana tidak, dia bilang katanya ingin serius dengan saya sedangkan kami berdua belum pernah bertemu pada masa sekarang. Saya akui, niatnya untuk serius dengan saya adalah niat yang baik; niat yang tidak pernah terpikirkan oleh saya untuk diucapkan oleh kasur. Biasanya, saya yang selalu ingin serius dengan mantan-mantan pacar saya dulu yang berakibat kandas di tengah jalan. Namun sekarang, ada laki-laki yang dengan beraninya mengatakan ingin serius dengan saya. Tetapi, saya tidak terlalu menanggapi dengan serius niat baiknya tersebut karena diutarakan hanya melalui chat. Sekalipun dia bilang, “kalau urusan orangtua gampang, kok. Nanti bisa ketemu,” jujur saya kaget bukan main kasur bisa bicara begini. Ya, saya tahu, umur-umur segini sudah bukan waktunya main-main lagi. Tapi, saya merasa terlalu cepat untuk mengatakan hal tersebut. Apalagi kita belum bertemu dan ngobrol secara langsung. Jujur saja saya senang dengan niat baiknya, senang sekali. Tapi ada rasa bimbang yang saya rasa di samping kebahagiaan itu.


Sebenarnya, banyak sekali lelaki-lelaki yang mendekati saya walaupun hanya sekedar chat saja. Namun, yang menyatakan niat baiknya baru kasur saja. Sampai tulisan ini ditulis, saya masih dekat dengannya walaupun tidak intens. Kedekatan yang kurang intens ini menjadi alasan utama mengapa saya kurang yakin atas niat baiknya kasur. Kalau boleh jujur sih, saya sampai baper alias bawa perasaan dengan pernyataannya tersebut. Saya sendiri memiliki target untk menikah antara usia 24 atau 25 tahun. Kenapa? Karena di usia saya yang sudah 23 tahun saja saya belum menemukan seseorang yang ‘bisa untuk dikenal secara serius dan mendalam,’ saya belum menemukan sosok yang dapat membuat saya nyaman, dan pastinya dapat menerima segala kekurangan saya. Saya tak menahu, apakah kasur akan menerima kekurangan yang saya punya ini.



Berbicara soal kekurangan, antara saya dan kasur bisa diibaratkan seperti langit dan bumi; kasur langitnya, sedang saya adalah buminya. Kenapa? Karena kami berdua memiliki karakter yang sangat jauhhhhhhhhh berbeda. Kalau kasur adalah orang yang mudah sekali berbaur dengan orang lain, sangat aktif dalam berorganisasi, pintar berbicara dalam artian mengatur kata-kata yang akan dibicarakan, serta pandai, lain halnya dengan saya yang cenderung susah untuk bersosialisasi, pasif dalam berorganisasi, tidak begitu suka untuk berbicara alias pendiam, dan biasa-biasa saja dalam hal kepintaran. ‘kan? Bedanya hampir 180° sendiri. Alasan kedua yang membuat saya kurang yakin dengan niat baiknya kasur adalah perbedaan di antara kami. Saya tidak begitu yakin apakah dia akan menerima kekurangan saya mengingat banyak sekali kelebihan yang ada pada dirinya sekalipun dia memiliki kekurangan.


Besar harapan saya untuk kasur membaca tulisan saya ini. Namun, saya tidak begitu yakin dia akan berusaha mencaritahu blog saya dan membaca tulisan ini; mencoba mengenal saya melalui apa yang saya tulis. Saat ini, saya sedikit bisa meyakinkan diri sendiri kalau saya bisa membuka hati saya untuknya; tidak tahu dengannya. Kalau saya tidak bisa membuka hati untuknya, saya tidak akan menulis ini. Bercerita panjang lebar tentang dia dan berusaha mengingat kejadian yang hampir lima tahun lamanya tidur nyenyak dalam ingatan saya. Dengan ini, saya nyatakan bahwa ingin rasanya saya menghabiskan sisa hidup berdua dengannya. Tetapi saya tidak tahu, apakah nantinya saya bisa menagih “niat baiknya” ketika saya sudah siap menuruti niat baiknya tersebut.



Dear, kasur...
Maukah kakak menunggu saya? Menunggu saya menyiapkan mental saya untuk bisa menjadi apa yang kakak inginkan; yang kakak minta? Sanggupkah, kak? Saya di sini, tidak kemana-mana selama kakak berpegang teguh pada niat baik yang kakak utarakan kepada saya. Saya ingin memantaskan diri sekali lagi untuk kakak. Bisakah, kak?
Tunggu saya...

8 comments:

  1. Sadisssss nulis lg niiihh .....

    ReplyDelete
  2. ciyeeeee comeback.................................., asek yeah ..sering" nulis'a hm

    ReplyDelete
  3. bagus bangeeeeeeeetttt!!!!!!!!lanjutin nulisnya y.........semua org jd kebawa sm alur ceritany,

    ReplyDelete
  4. Smgt. minta dl sm penciptanya yh ,insha Allah kl jdh pst disatukn ...,.

    ReplyDelete
  5. PARAH MBAAAAAA , SAYA TERSENTUH BACANYA .

    ReplyDelete
  6. gue rasa doi serius sm lo ka.......jgn maini die ye ka :DD

    ReplyDelete
  7. Kiw,beda org lg nih y?????

    ReplyDelete