Wednesday 21 January 2015

I Feel So Close.


I believe there will be someone who will help me to fight, protect, and even has a responsibility for his love. Someone who will hold my hand when run under the rain, someone who tried to give me a strength when I tired, and someone who always pray for everything about me; health and happiness, always…”
           

            Iya, sejujurnya sosok pria yang selama ini saya idamkan dan saya cari ada pada dirinya. Yang saya maksudkan di sini adalah seseorang pada postingan saya di bawah ini; teman sekelas saya yang saya nilai kalem. Padahal, kalau boleh bilang jujur sekarang, dia itu tidak ada kalem-kalemnya. Maksudnya juga bukan berarti dia begajulan. Dia anak yang baik, tetapi saya sering kali tertawa geli atas ulahnya; ya, dia selalu saja membuat suasana menjadi seperti kupu-kupu yang girang menghampiri dari satu bunga ke bunga yang lain. Kalau boleh saya menyarankan, dia sebenarnya cocok menjadi comic.

Hal ini terjadi secara terus-menerus selama satu hari kemarin. Sudah dari lama saya merencanakan untuk pergi berlibur ke tempat wahana yang mengasyikan di daerah Jakarta. Dengan berbekal keberanian dan semangat karena akan bertemu, kami berdua menjajikan untuk mengunjungi tempat wisata tersebut dengan menggunakan kereta api listrik dan menentukan jam untuk berada di stasiun kereta api listrik tersebut. Dan kami sepakat memutuskan untuk berangkat dari rumah masing-masing pada pukul 06:00 WIB.

Namun, kami bukanlah kereta api listrik yang selalu saja berangkat tepat pada waktunya. Saya dan dia baru benar-benar lepas landas dari rumah pada pukul 06:30 WIB. Agak telat 30 menit memang dari kesepakatan awal. Hal ini memengaruhi kesampaian kami di stasiun kereta api listrik tersebut. Saya pada saat itu sedikit ragu dengan berparkir di tempat parkir yang berada dekat dengan stasiun tersebut lantaran yang berjaga di sana adalah laki-laki semua. Namun, dengan keberanian penuh saya berparkir di sana. Lalu kemudian, saya membuka handphone dan mengirimkan pesan kepadanya, “Kamu di mana? Aku sudah nyampe nih.” Tulis saya disertai emot ketakutan pada pesan yang saya ketik. Lalu terkirim.

Rentang 10 menit saya menunggu di stasiunnya, dia datang. Selama 10 menit yang lalu, ketakutan menyelimuti saya bukan main karena saya yang terus menerus diajak mengobrol oleh satu bapak-bapak yang berada di sana. Saya dapat menebak dengan cepat bahwa bapak ini adalah tukang ojek yang selalu berada di terminal tersebut. Pikiran saya mulai bercabang ketika satu orang datang, kemudian dua, lalu lama-lama bapak ini dikerumungi banyak orang. Tidak, tidak terjadi apa-apa dengan bapak ini. Mereka yang menggerumuli bapak ini adalah temannya yang memiliki profesi yang sama dengan bapak yang mengobrol saya tersebut. Ketika saya melihatnya berjalan sambil celingukan mencari saya, saya memanggilnya, “Ssstt…” lalu saya lari untuk menghampirinya karena senang bukan main. Karena dengan kedatangannya saya merasa lebih nyaman ketimbang dengan berada sekelompok bapak-bapak yang menurut saya asing itu.

Awalnya, saya ingin mengomel kepada dia lantaran dia telat dan efek rasa takut yang saya rasakan tadi ketika bersama para tukang ojek tersebut. Namun, senyumnya meluluhkan niat saya untuk mengomel. “Ah, payah masa enggak jadi ngomel.” gumam saya dalam hati dengan mengomel pada diri sendiri. Akhirnya kami langsung membeli tiket di loket stasiun tersebut dan menunggu keretanya datang. Ah, lagi-lagi menunggu. Namun tak sampai 10 menit kami menunggu, kereta pun datang dan kami pun naik. Selama perjalanan dari awal bertemu hingga berdiri di kereta, dia merasa sedikit terganggu dengan suara saya. Dia tahu, baru saja kemarin saya menceritakan bahwa saya sedang merasa drop. Suara saya menjadi tidak seperti biasanya; suara kodok. Dengan lugunya dia bertanya, “Kamu masih belum sembuh?” lalu saya jelaskan bahwa hanya batuk dan pilek saja yang tersisa.

Pada waktu kami menaiki kereta, kami berangkat dari stasiun pukul 08:00 WIB dan sampai di stasiun tujuan, yaitu Kampung Bandan. Dari stasiun ini, kami belum sampai pada tempat tujuan, namun bisa terbilang tinggal sedikit lagi kami sampai. Kami memutuskan untuk menaiki angkutan umum untk tiba di sana. Dan benar saja, tidak sampai 15 menit kami sudah tiba di tempat tujuan pada pukul 09:15 WIB. Kala itu, suasana masih terasa sepi akan pengunjung. Saya hanya melihat beberapa orang sedang membersihkan area sekitar tempat saya berpijak. Namun, seiring berjalannya waktu, mulai ada beberapa gerombolan orang yang sedang asyik selfie di mascot tempat wisata tersebut. akhirnya pada pukul 10:00 kami berdua masuk karena tempat wisata ini sudah mulai di buka.

Pada hari itu sebenarnya terasa panas karena matahari pun mengerti betapa bersinarnya perasaan saya yang memekarkan bunga-bunga di hati. Saya bersyukur, amat bersyukur karena do’a yang saya panjatkan didengar oleh-Nya; tak hujan pada hari itu. Tak terasa sudah dua jam kami berputar-putar untuk memilah jenis permainan apa yang ingin kami naiki. Ketika pada pukul 12:00 WIB, pertunjukkan untuk film pendek Hello Kitty di buka antriannya. Awalnya, kami benar-benar tidak tahu wahana Hello Kitty itu seperti apa. Ternyata usut punya usut wahana ini seperti sejenis film singkat yang setelah selesai proses penayangannya, di luar kami disuguhkan beberapa patung Hello Kitty tersebut bersama dengan teman-temannya bahkan alat canggih yang diceritakan dalam film tersebut. pada saat itu waktu menunjukkan pukul 12:50. Lalu kami berdua memutuskan untuk makan siang di tempat yang tidak jauh dari gedung pemutaran film Hello Kitty tersebut. lagi asyik-asyiknya mengunyah makanan, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya disertai angin. Sontak saya yang bingung dengan suara yang dihasilkan oleh air hujan yang mengenai genting bertanya, “Itu hujan?” ia dengan santai menganggukkan kepala tanda mengiyakan.

Pukul 13:10 WIB, wahana utntuk Ice Age telah dibuka dengan panjangnya antrian yang berada tak jauh di depan mata kami. Memang, tak jauh dari wahana film Hello Kitty tersebut ada wahana Ice Age. Kami yang awalnya memang berniat untuk mencoba wahana ini ikut mengantri dibarisan. Awalnya panjang memang antriannya, namunselang 10 menit kami sudah berada di dalam wahananya. Dan saya tidak dapat mendeskripsikan tentang wahana ini lebih lanjut lantaran betapa menyedihkannya saya jika saya ceritakan tentang wahana ini…

Setelah berbasah-basah ria akibat wahana Ice Age tersebut, kami yang berniat untuk mencari wahana lain akhirnya sempat tersendat karena hujan turun yang tak mau mengalah. Karena terlalu lama untuk berteduh yang ditandai dengan sudah tidak terlalu deras sang hujan, maka kami berdua nekat untuk menyatu dengannya; menerobos hujan. Kami berlari kecil di bawahnya; tangan kiri saya mengangkat sedikit rok saya agar tidak tersandung dengan rok sendiri, tangan saya sebelah kanan mengenggam erat tangannya. Sebelum mencari wahana yang lain, kami mencari mushola terlebih dahulu untuk menuntaskan kewajiban kami. Setelahnya, karena kami bingung dari musholla akan pergi kemana, akhirnya kami berlarian asal dan berhenti di suatu wahana pertunjukkan boneka. Lagi-lagi pertunjukkan yang kami datangi; pertunjukkan dalam bentuk boneka. Setelah selesai, untuk sekali lagi kami mengunjungi wahana yang sudah kami datangi tadi pagi karena wahana ini bisa terbilang seru. Makadari itu kami memutuskan mendatanginya kembali.

Setelah mendatangi wahana yang sempat kami kunjungi tadi pagi, kami bergegas pulang. Jalan pulang dengan jalan ketika berangkat tidaklah sama. Ketika jalan pulang, kami harus menaiki dua angkot yang berbeda dengan memakan waktu ±2.5 jam lantaran jalanan pada saat itu macet bukan main dan jarak tempuh yang bisa terbilang jauh. Setelah sampai di stasiun tujuan, kamipun turun dan langsung membeli tiket kereta. Jam yang berada di statisun tersebut kala itu menunjukkan pukul 19:15 WIB. Kereta melaju melewati tiga stasiun hingga akhirnya tibalah di stasiun di mana pada awalnya kami berjanjian. Tak langsung pulang saat itu, kami memakan perbekalan roti yang belum sempat untuk saya makan lantaran kami terlalu fokus dengan yang lainnya dan tidak mengindahkan perut masing-masing.

Inilah cerita singkat yang berhasil saya ukir dengannya pada kemarin. Indah, laksana hujan yang mewarnai hari kami dan enggan untuk mengalah. Bahagia, laksana bulan yang bersinar menerangi langit yang gelap. Dan senang di rasa laksana orang-orang riuh yang mengobrol dengan teman-temannya. Ada satu hal yang membuat saya tersentuh di sini; di mana dia tak membiarkan saya menyerah dikala kaki saya mulai terasa sakit karena seharian ini lebih banyak dihabiskan untuk berjalan, dia tidak membiarkan saya terpeleset di jalanan yang licin di bawah hujan, dan selalu menjaga saya ketika saya tidak bisa menjaga keseimbangan di kereta api listrik karena saya tidak mendapatkan pegangan yang kuat. Dia adalah sesosok orang yang tak ingin melihat saya ketakutan, dia tak ingin melihat saya tak cukup kuat untuk melangkah, dan dia tak ingin melihat saya terlihat murung karena rasa yang saya rasakan mulai terasa; pusing biasa akibat pilek. Semua itu tertera nyata dalam tindakannya; saya dapat merasakan bagaimana dia “meng-iyakan” perasaannya melalui tindakannya. Bahkan matanya pun ikut berbicara dikala dia sedang menatap mata saya dengan begitu dalamnya. Lucu memang, orang seperti dia yang saya nilai masih memiliki sifat kekanak-kanakan, dapat segitu dalamnya memperlakukan saya. He treat me like no woman else in this world. Iya, seperti sayalah wanita satu-satunya untuk dia. He make me melt with this situation; everything must be happy with laugh. Karena dia tipikal orang yang suka menghibur siapa saja, termasuk saya.


Thanks for everything. You’re the best, Jo.



5 comments: