“I believe there will be someone who will help me to fight, protect, and even has a responsibility for his love. Someone who will hold my hand when run under the rain, someone who tried to give me a strength when I tired, and someone who always pray for everything about me; health and happiness, always…”
|
Iya, sejujurnya sosok pria yang
selama ini saya idamkan dan saya cari ada pada dirinya. Yang saya maksudkan di
sini adalah seseorang pada postingan saya di bawah ini; teman sekelas saya yang
saya nilai kalem. Padahal, kalau boleh bilang jujur sekarang, dia itu tidak ada
kalem-kalemnya. Maksudnya juga bukan berarti dia begajulan. Dia anak yang baik,
tetapi saya sering kali tertawa geli atas ulahnya; ya, dia selalu saja membuat
suasana menjadi seperti kupu-kupu yang girang menghampiri dari satu bunga ke
bunga yang lain. Kalau boleh saya menyarankan, dia sebenarnya cocok menjadi comic.
Hal
ini terjadi secara terus-menerus selama satu hari kemarin. Sudah dari lama saya
merencanakan untuk pergi berlibur ke tempat wahana yang mengasyikan di daerah
Jakarta. Dengan berbekal keberanian dan semangat karena akan bertemu, kami
berdua menjajikan untuk mengunjungi tempat wisata tersebut dengan menggunakan
kereta api listrik dan menentukan jam untuk berada di stasiun kereta api
listrik tersebut. Dan kami sepakat memutuskan untuk berangkat dari rumah
masing-masing pada pukul 06:00 WIB.
Namun,
kami bukanlah kereta api listrik yang selalu saja berangkat tepat pada
waktunya. Saya dan dia baru benar-benar lepas landas dari rumah pada pukul
06:30 WIB. Agak telat 30 menit memang dari kesepakatan awal. Hal ini
memengaruhi kesampaian kami di stasiun kereta api listrik tersebut. Saya pada
saat itu sedikit ragu dengan berparkir di tempat parkir yang berada dekat
dengan stasiun tersebut lantaran yang berjaga di sana adalah laki-laki semua.
Namun, dengan keberanian penuh saya berparkir di sana. Lalu kemudian, saya
membuka handphone dan mengirimkan
pesan kepadanya, “Kamu di mana? Aku sudah nyampe nih.” Tulis saya disertai emot
ketakutan pada pesan yang saya ketik. Lalu terkirim.
Rentang
10 menit saya menunggu di stasiunnya, dia datang. Selama 10 menit yang lalu,
ketakutan menyelimuti saya bukan main karena saya yang terus menerus diajak
mengobrol oleh satu bapak-bapak yang berada di sana. Saya dapat menebak dengan
cepat bahwa bapak ini adalah tukang ojek yang selalu berada di terminal
tersebut. Pikiran saya mulai bercabang ketika satu orang datang, kemudian dua,
lalu lama-lama bapak ini dikerumungi banyak orang. Tidak, tidak terjadi apa-apa
dengan bapak ini. Mereka yang menggerumuli bapak ini adalah temannya yang
memiliki profesi yang sama dengan bapak yang mengobrol saya tersebut. Ketika
saya melihatnya berjalan sambil celingukan mencari saya, saya memanggilnya,
“Ssstt…” lalu saya lari untuk menghampirinya karena senang bukan main. Karena
dengan kedatangannya saya merasa lebih nyaman ketimbang dengan berada
sekelompok bapak-bapak yang menurut saya asing itu.
Awalnya,
saya ingin mengomel kepada dia lantaran dia telat dan efek rasa takut yang saya
rasakan tadi ketika bersama para tukang ojek tersebut. Namun, senyumnya
meluluhkan niat saya untuk mengomel. “Ah, payah masa enggak jadi ngomel.” gumam
saya dalam hati dengan mengomel pada diri sendiri. Akhirnya kami langsung
membeli tiket di loket stasiun tersebut dan menunggu keretanya datang. Ah, lagi-lagi menunggu. Namun tak sampai
10 menit kami menunggu, kereta pun datang dan kami pun naik. Selama perjalanan
dari awal bertemu hingga berdiri di kereta, dia merasa sedikit terganggu dengan
suara saya. Dia tahu, baru saja kemarin saya menceritakan bahwa saya sedang
merasa drop. Suara saya menjadi tidak
seperti biasanya; suara kodok. Dengan lugunya dia bertanya, “Kamu masih belum
sembuh?” lalu saya jelaskan bahwa hanya batuk dan pilek saja yang tersisa.
Pada
waktu kami menaiki kereta, kami berangkat dari stasiun pukul 08:00 WIB dan
sampai di stasiun tujuan, yaitu Kampung Bandan. Dari stasiun ini, kami belum
sampai pada tempat tujuan, namun bisa terbilang tinggal sedikit lagi kami
sampai. Kami memutuskan untuk menaiki angkutan umum untk tiba di sana. Dan
benar saja, tidak sampai 15 menit kami sudah tiba di tempat tujuan pada pukul
09:15 WIB. Kala itu, suasana masih terasa sepi akan pengunjung. Saya hanya
melihat beberapa orang sedang membersihkan area sekitar tempat saya berpijak. Namun,
seiring berjalannya waktu, mulai ada beberapa gerombolan orang yang sedang asyik
selfie di mascot tempat wisata
tersebut. akhirnya pada pukul 10:00 kami berdua masuk karena tempat wisata ini
sudah mulai di buka.
Pada
hari itu sebenarnya terasa panas karena matahari pun mengerti betapa bersinarnya
perasaan saya yang memekarkan bunga-bunga di hati. Saya bersyukur, amat
bersyukur karena do’a yang saya panjatkan didengar oleh-Nya; tak hujan pada
hari itu. Tak terasa sudah dua jam kami berputar-putar untuk memilah jenis
permainan apa yang ingin kami naiki. Ketika pada pukul 12:00 WIB, pertunjukkan untuk
film pendek Hello Kitty di buka antriannya. Awalnya, kami benar-benar tidak
tahu wahana Hello Kitty itu seperti apa. Ternyata usut punya usut wahana ini
seperti sejenis film singkat yang setelah selesai proses penayangannya, di luar
kami disuguhkan beberapa patung Hello Kitty tersebut bersama dengan
teman-temannya bahkan alat canggih yang diceritakan dalam film tersebut. pada
saat itu waktu menunjukkan pukul 12:50. Lalu kami berdua memutuskan untuk makan
siang di tempat yang tidak jauh dari gedung pemutaran film Hello Kitty tersebut.
lagi asyik-asyiknya mengunyah makanan, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya
disertai angin. Sontak saya yang bingung dengan suara yang dihasilkan oleh air
hujan yang mengenai genting bertanya, “Itu hujan?” ia dengan santai
menganggukkan kepala tanda mengiyakan.
Pukul
13:10 WIB, wahana utntuk Ice Age telah dibuka dengan panjangnya antrian yang
berada tak jauh di depan mata kami. Memang, tak jauh dari wahana film Hello
Kitty tersebut ada wahana Ice Age. Kami yang awalnya memang berniat untuk
mencoba wahana ini ikut mengantri dibarisan. Awalnya panjang memang antriannya,
namunselang 10 menit kami sudah berada di dalam wahananya. Dan saya tidak dapat mendeskripsikan tentang wahana ini lebih lanjut
lantaran betapa menyedihkannya saya jika saya ceritakan tentang wahana ini…
Setelah
berbasah-basah ria akibat wahana Ice Age tersebut, kami yang berniat untuk
mencari wahana lain akhirnya sempat tersendat karena hujan turun yang tak mau
mengalah. Karena terlalu lama untuk berteduh yang ditandai dengan sudah tidak
terlalu deras sang hujan, maka kami berdua nekat untuk menyatu dengannya;
menerobos hujan. Kami berlari kecil di bawahnya; tangan kiri saya mengangkat
sedikit rok saya agar tidak tersandung dengan rok sendiri, tangan saya sebelah
kanan mengenggam erat tangannya. Sebelum mencari wahana yang lain, kami mencari
mushola terlebih dahulu untuk menuntaskan kewajiban kami. Setelahnya, karena
kami bingung dari musholla akan pergi kemana, akhirnya kami berlarian asal dan
berhenti di suatu wahana pertunjukkan boneka. Lagi-lagi pertunjukkan yang kami
datangi; pertunjukkan dalam bentuk boneka. Setelah selesai, untuk sekali lagi
kami mengunjungi wahana yang sudah kami datangi tadi pagi karena wahana ini
bisa terbilang seru. Makadari itu kami memutuskan mendatanginya kembali.
Setelah
mendatangi wahana yang sempat kami kunjungi tadi pagi, kami bergegas pulang. Jalan
pulang dengan jalan ketika berangkat tidaklah sama. Ketika jalan pulang, kami
harus menaiki dua angkot yang berbeda dengan memakan waktu ±2.5 jam lantaran
jalanan pada saat itu macet bukan main dan jarak tempuh yang bisa terbilang
jauh. Setelah sampai di stasiun tujuan, kamipun turun dan langsung membeli
tiket kereta. Jam yang berada di statisun tersebut kala itu menunjukkan pukul
19:15 WIB. Kereta melaju melewati tiga stasiun hingga akhirnya tibalah di
stasiun di mana pada awalnya kami berjanjian. Tak langsung pulang saat itu,
kami memakan perbekalan roti yang belum sempat untuk saya makan lantaran kami
terlalu fokus dengan yang lainnya dan tidak mengindahkan perut masing-masing.
Inilah
cerita singkat yang berhasil saya ukir dengannya pada kemarin. Indah,
laksana hujan yang mewarnai hari kami dan enggan untuk mengalah. Bahagia,
laksana bulan yang bersinar menerangi langit yang gelap. Dan senang di rasa
laksana orang-orang riuh yang mengobrol dengan teman-temannya. Ada satu hal
yang membuat saya tersentuh di sini; di mana dia tak membiarkan saya menyerah
dikala kaki saya mulai terasa sakit karena seharian ini lebih banyak dihabiskan
untuk berjalan, dia tidak membiarkan saya terpeleset di jalanan yang licin di
bawah hujan, dan selalu menjaga saya ketika saya tidak bisa menjaga
keseimbangan di kereta api listrik karena saya tidak mendapatkan pegangan yang
kuat. Dia adalah sesosok orang yang tak ingin melihat saya ketakutan, dia tak
ingin melihat saya tak cukup kuat untuk melangkah, dan dia tak ingin melihat saya
terlihat murung karena rasa yang saya rasakan mulai terasa; pusing biasa akibat
pilek. Semua itu tertera nyata dalam tindakannya; saya dapat merasakan
bagaimana dia “meng-iyakan”
perasaannya melalui tindakannya. Bahkan matanya pun ikut berbicara dikala dia
sedang menatap mata saya dengan begitu dalamnya. Lucu memang, orang seperti dia
yang saya nilai masih memiliki sifat kekanak-kanakan, dapat segitu dalamnya
memperlakukan saya. He treat me like no
woman else in this world. Iya, seperti sayalah wanita satu-satunya untuk
dia. He make me melt with this situation;
everything must be happy with laugh. Karena dia tipikal orang yang suka
menghibur siapa saja, termasuk saya.
Thanks
for everything. You’re the best, Jo.
bleeeehh sy brkmentarr???
ReplyDeletemenarikk ....
ReplyDeletewaaaaaaoooo
ReplyDeletewiiiii feel so closeeeeeeeee..
ReplyDeleteceritanya seruuuu:o
ReplyDelete