Friday 9 November 2012

"Dia ada di sekitarku"


“AAAAAAAAAAA!!!!!! GUBRAK!!!!”, Tania terbangun sambil meringis menahan sakit karena terjatuh dari tempat tidurnya. “Ah, sial lagi-lagi bermimpi terjatuh dari motor lagi. Pakai jatuh dari tempat tidur pula, gak di mimpi gak di dunia nyata rasanya sama-sama sakit!” gumamnya agak sedikit kesal dengan nada tinggi. Di liriknya jam berbentuk Mickey Mouse di kamarnya, jam tersebut menunjukkan pukul 04:30. Tania tidak melanjutkan tidur dan mimpi kelamnya, tetapi dia langsung pergi keluar kamarnya dan segera mengambil air wudhu, karena masjid di dekat rumahnya sudah memanggilnya untuk segera beribadah.






            “Pada tanggal 14 Juli 1945 BPUPKI…” “Untuk menghadapi kekuatan Jepang dan sekutu pemerintah Indonesia membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada tanggal…”, “duh, ini aku belajar sejarah kenapa tidak bias aku pahami, ya? Selalu saja aku teringat oleh mimpi tadi. Ya Allah, ada apa ini? Jantungku juga merasa berdegup dengan begitu cepatnya.” Gumam Tania dalam hati kecilnya yang sedang berusaha focus pada bacaannya, tetapi tidak biasa karena mimpi itu selalu menghantuinya.


            Seperti biasa, Tania selalu berpamitan kepada orang tuanya sebelum berangkat ke sekolah. Ia pergi ke sekolah bersama Hani, seseorang yang sudah di anggap sahabat dari TK hingga SMA mengendari motor milik Tiana. “Duh, Tan! Kita kayaknya udah telat nih! Mana jalanannya macet begini!” Hani berusaha memecah keheningan yang kata-katanya membuat Tania semakin panik di buatnya. “Ya iya, tapi kita bias apa dan mau gimana lagi? Sekarang sudah pukul 07:05, lagi! Aku kesiangan karena harus belajar sejarah untuk nanti. Kamu tau sendirikan, bu Lita killernya seperti apa?” balasnya berusaha membela diri. “Yasudah, kalau begitu ayok kita segera berangkat. Sebelum pak satpam susah untuk di bujuknya.”. Dengan anggukan dari Tania, akhirnya merekapun berangkat.


            “Aduh pak, tolongin kita, pak. Hari ini kita ada ulangan sejarah, pak” rengek Tania seraya memegang tangan si pak satpam yang diketahui namanya adalah Iwan dengan wajah yang sedikit memelas. “Iya, pak. Hari ini kita juga ada praktek kesenian. Kalau tidak di selesaikan hari ini juga nanti nilai kita berdua kosong” Hani pun ikut memelas agar mereka di perbolehkan masuk ke dalam sekolah. “Oke, kali ini saja saya izinkan kalian masuk. Tapi, lain kali tidak ada yang namanya bujuk-membujuk lagi.” Katanya tegas yang sebenarnya iba melihat mereka merengek kepadanya. Mereka yang mendengar kata-kata pak satpam, yang wajah mereka tadinya memelas akhirnya sumringah dan terlihat gembira sekali, “Beneran kita berdua boleh masuk, pak?! Aah, terimakasih banyak, pak. Terimakasih!” Ucapnya kompak seraya berlari semangat memasuki kelas mereka dan meninggalkan pak Iwan yang bingung melihat kelakuan anak zaman sekarang. “Ah dasar anak zaman sekarangg, susah sekali di suruh disiplin saja.” Gumamnya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya tanda keheranan.


            “Tania, Hani! Mengapa kalian berdua hari ini telat?!” Bentak seseorang yang sedang memergoki mereka yang sedang mengendap-endap memasuki ruang kelas. Dengan perlahan tapi pasti, Tania menoleh kearah sumber suara, “Oh my god, matilah kita!” Kata Tania yang di ikuti hembusan nafas panjang Hani. “I… It… Itu… I…tu.. Bu, I..tu.. Saya semalam tidur terlalu larut, jadinya kita telat deh bu hehe” Dengan tanpa berdosa Tania hanya bias cengar-cengir kuda, yang di sertai anggukan dari Hani karena sudah tidak tahu lagi harus beralasan apa. “Habis ngeronda ya, neng? Hahaha” “Galau kali tuh, jadi gak bias tidur. Hahaha” “Begadang abis nonton bola, ya? Hahaha” “Wooo!!!!” Sorak sorai di dalam kelas pun terjadi, memecah keheningan yang terjadi. Mendengar itu semua, telinga Tania dan Hani pun menjadi panas. Maah, kesal, dan sebal pun menjadi satu. “Hey sudah-sudah, diam kalian semua! Teruskan tugas yang saya perintahkan tadi. Dan untuk kalian, saya sama sekali tidak peduli dengan alasan kalian. Dan kalian, ikut saya sekarang!” Gertaknya seraya pergi meninggalkan kelas yang di ikuti Tania dan Hani. Mereka hanya bias menggerutu di dalam hati, ketika mereka tahu hukuman apa yang harus mereka berdua selesaikan, “Huh!”.





  “Duh! Akhirnya bersih juga halaman sekolah ini dari sampah! Capeeek!” Kata Tania kesal. “Tapi, tugas tambahan dan ulangan dari bu Lita belum kita selesaikan” Kata-kata Hani barusan, seketika membuat mood bahagianya Tania nge-drop lagi. “Gimana kalau kita menyelesaikannya nanti saja sepulang sekolah? Lebih baik sekarang kitaa masuk kelas, sekarang kan pelajaran keseniannya pak Riza, dia kan galak” Ajak Tania yang di sertai dengan angukkan tanda setuju dari Hani. Dan sesegera mungkin Tania menarik tangan Hani untuk bergegas masuk kelas.


            “Tania, silahkan maju ke depan dan mainkan alat musik yang saya suruh bawa minggu lalu” Tania yang sedang melamun, mendengar namanya di sebuta dia kaget bukan main. “I.. Iya, pak.” Katanya seraya tangannya mencari suling yang semalam dia siapkan di dalam tasnya. Dan betapa terkejutnya dia ketika mengetahui suling yang dia cari tidak ada di tasnya. Pak Riza yang sedaritadi memperhatikan kegelisahan yang di tunjukkan Tania, akhirnya menghampirinya, “Kenapa kamu? Oh saya tahu, pasti kamu tidak membawa alat music yang saya suruh, kan?” “I.. I..ya, pak.” Jawabnya dengan terbata-bata. “Hmm okee, Gimana kalau kamu sekarang berdiri saja di depan kelas?” Pak Riza terlihat kesal. “Se.. Sekarang ya, pak?” Tanya Tania dengan penuh kepolosan. “Bukan, tapi besok! Ya sekaranglah. Ayok!” Katanya setengah membentak. Hani, yang teman sebangkunya hanya bias menggelengka kepala keheranan. Tawa anak-anak seisi kelaspun meledak. Dengan lesu, Tania menuruti apa yang di perintahkan oleh gurunya. Dan lagi-lagi, dia mendapatkan sorakan dan cemoohan dari teman-teman sekelasnya. Tania hanya bias menundukan kepala sambil menahan rasa malu.


            Senyum Tania tiada henti-hentinya mengembang ketika mengetahui bel pulang sekolah berbunyi, “Akhirnya, pulang juga! Hari ini ada hari paling sial yang pernah aku jalani!” Ucapnya semangat kepada Hani. “Husss! Gak boleh ngomong begitu, ah! Nanti kamu malah mengecap hari Selasa ini adalah hari sial terus bagi kamu” Balas Hani. “ah, abis aku kesal sekali dengan hari ini. Yasudah, ayok kita pulang saja.” Katanya. “Iya, ayok” mereka berdua pun berjalan menuju parkiran motor, “Aaah! Ada Andrian di sana sedang mengeluarkan motornya dari parkiran! Ah, kece sekali dia!” Mata Tania tak bias berhenti untuk menatapnya dari kejauhan. “Ngedip kali, nanti ada lalat masuk loh.” Canda Hani. “Ih apaan, sih? Jarang-jarang ada pemandangan bagus, nih hihi.” Katanya tanpa menoleh sedikit pun ke arah Hani. “Susah memang kalau sudah jatuh hati begini” Gumam Hani sambil menggelengkan kepalanya. Andrian, adalah anak basket yang di idolakan oleh cewek-cewek di sekolahnya dan seorang ketua osis yang merupakan 1 angkatan dengan Tania dan Hani. Tania sudah mengagumi Andrian semenjak mereka masih melakukan Masa Orientasi Siswa. Hmm kalau di piker-pikir, sudah 2 tahun Tania mengagumi dan memendam perasaannya karena malu untuk mengungkapkannya. Jangankan untuk mengungkapkan, menyapa pun Tania segan. Dia terlalu mengutamakan gengsinya yang besar. Ya, begitulah wanita.


            “Hahahaha! Dia memang lucu kalau.. Kalau… Awas Tan! Ada mobil di depan!” Tania yang sedang tertawa terbahak-bahak kaget melihat di depannya ada mobil. Dengan reflex dia membelokkan motornya kea rah kiri. Dan alhasil Tania dan Hani pun terjatuh, “Aduh! Sakit!” Pekik Tania seraya memegangi kaki dan tangannya yang mengeluarkan darah segar. “Kamu enggak apa-apa, kan? Yaampun! Tangan sama kaki kamu berdarah, Tan!” Ucap Hani yang panic melihat darah sahabatnya ini yang tidak mau berhenti. Tania yang awalnya tidak mengetahuinya, akhirnya dia ikutan panik melihat keadaan tangan dan kakinya. Tidak jauh dari TKP, ternyata ada sepasang mata yang sedaritadi melihat kejadian yang terjadi dan akhirnya berlari ke arah Tania dan menolongnya untuk membawanya ke rumah sakit, “Kamu enggak apa-apa?”. Sejenak Tania mengetahui suara seseorang ini, “Sepertinya aku kenal dengan suaranya.” Gumamnya dalam hati. Setelah dia mendapati siapa yang menolongnya, rasanya rasa sakit di tangan dan kakinya sudah tidak terasa lagi. “Andrian?! Andrian yang selama ini aku… Aku.. Kagumi, sekarang dia benar-benar ada di depan mataku! Oh god, aku senaaang sekali!!!” Pekiknya dalam hati. Andrian yang merasa sedang di lihati kemudian bertanya, “Kenapa kamu melihat aku seperti itu? Ada yang aneh dari aku, ya?” “Ah, tidak kok, tidak” Jawabnya agak sedikit gugup. Hani, yang sedaritadi memperhatikan perubahan wajah Tania mengerti apa yang sedang sahabatnya rasakan.






            “Kamu sudah agak baikan, kan?” Andrian masu ke ruang kamar Tania dan membuyarkannya dari lamunan indahnya. “Eh.. Hmm iya nih, sudah agak mendingan sakitnya hehe. Terimakasih banyak ya sudah mau menolongku hehe” Ucapnya tersipu malu. “Iya, santai saja. Dengan sesama kan kita harus saling menolong.” Andrian membalasnya seraya tersenyum. Mendadak wajah Tania berubah menjadi kemerahan karena melihat senyum Andrian dari dekat. “Yaampun, manis sekali seseorang yang ada di depan mataku saat ini. Aku tak ingin semuanya berakhir dengan begitu cepat..” Gumamnya dalam hati seraya membalas senyum Andrian.


                         1 bulan kemudian..



            “Hah? Iya? Serius kamu jadian sama ANdrian? Ciee selamat ya! Eh iya, bagaimana ceritanya kamu bias jadian sama dia?” Selidik Hani yang juga turut ikut berbahagia atas kebahagiaan sahabtanya itu. “Ceritanya panjang, Han. Awalnya dia yang meminta nomor handphone-ku. Kita sering ber-smsan dan telponan. Sampai suatu saat, dia bilang kalau dia sebenarnya juga sudah menyukaiku sejak lama. Aku kira dia hanya bercanda dan main-main. Sampai aku menuji dia segala, dengan 1 minggu tidak merespon semua sms dan telepon darinya. Lalu, setelah 1 minggu itu aku mendatangunya, dan menjawab pertanyaan yang pernah dia ajukan seminggu yang lalu. Awalnya dia merasa aku permainkan, sampai akhirnya aku bias untuk meyakinkannya dan akhirnya kita berdua resmi untuk jadian.” Jelas Tania panjang lebar. Hani yang sedaritadi mendengarkan cerita sahabatnya itu pun ikut berbahagia, “Aku turut berbahagia ya, Tan. Semoga kamu bias menua dengan dia.” Ucap Hani. “Amiiin. Eh, ke kantin, yuk? Aku teraktir kamu makan, deh!” “Wah, beneran nih? Nanti di tinggal kabur ke toilet lagi terus ujung-ujungnya aku yang bayar hahaha..” Mereka pun tertawa lepas sambil bergegas jalan menuju kantin, “Ya enggaklah, Han. Masa aku setega itu sama sahabat aku sendiri?” Balasnya. “Iya, aku tau kok.” Mereka pun kembali tertawa bersama.


 

                        5 tahun kemudian


 

            “Kamu tau? Aku selalu bersyukur bias ketemu sama kamu. Kamu bias merubah hidup aku jadi semakin indah dan sempurna. Aku bias belajar mengerti dan memahami seseorang dari kamu. Aku gak bisa kalau harus jauh dari kamu, aku gak sanggup. Aki ingin menghabiskan sisa hidupku bersama kamu.” Kata-kata Andrian barusan, memecah keheningan dan juga memecah tangis Tania. “Kamu tenang aja, ya. Aku gak akan mungkin setega itu untuk ninggalin kamu, aku juga ingin menghabiskan sisa hidup aku sama kamu.” Balas Tania. Mereka saling bertatapan, kemudian berpelukan, “Apakah kamu masih ingat tempat ini?” Tanya Tania. Lalu Andrian menjawab, “Tentu, aku tidak bias melupakan tempat ini. Tempat dimana untuk pertama kalinya kita bias ngobrol, di saat kamu sedang merasakan sakit..”. “Kamu benar. Tapi pada saat itu tidak bias merasakan sakit sama sekali. Entah kenapa rasa sakit itu tiba0tiba hilang ketika melihat kamu tersenyum dan rasa sakit itu tergantikan oleh kesenangan di hati aku.”. Andrian yang merasa gemas segera mencubit hidung mancungnya Tania. “Kamu bias saja. Dan tempat ini adalah tempat bersejarah bagi kita berdua. Oh iya, aku punya kejutan untuk kamu. Kamu tutup mata dulu, ya?” Tania menuruti kata-kata Andrian . Diam-diam Andrian mengeluarkan sesuatu berukuran besar. “Oke, kamu boleh membuka mata kamu” Perlahan tapi pasti, Tania membuka kedua matanya. Awalnya dia sedikit bingung, kenapa Andrian berubah menjadi boneka Teddy Bear yang besar sekali. “Doorrr! Hahaha kamu kaget, ya? Ini buat kamu.” Sambil menyodorkan bonekanya kepada Tania. “Wah, terimakasih banyak ya!” Sambil memeluki bonekanya Tania berkata demikian. Dan betapa terkejutnya Tania ketika memegang tangan si Teddy Bear, dia menemukan sesuatu berbentuk bulat kecil. “Ini untuk aku? Terimakasih banyak, yaa!” Sambil terus memeluki bonekanya dan memperhatikan benda berbentuk bulat itu dan mengenakan di jemarinya. “Iya, sama-sama, sayang. Masa bonekanya terus sih yang di peluk? Aku juga mau dong?” Balas Andrian bercanda. Dan pohon rindang inilah yang pertemuan mereka berdua dari dulu, hingga sekarang.




            Dan, oh ya! Soal mimpi itu, aku mengerti maksud dari mimpiku pada hari Selasa itu. Ternyata, sangat amat indah maksudnya. :’)



Selesai.

No comments:

Post a Comment