“Assalamu’alaikum, Kak Adi.. Kak Adi,” dengan
setengah berteriak, saya membuat gaduh di depan rumah orang yang hanya berjarak
empat langkah dari rumah saya.
“Iyaaa, wa’alaikumsalam. Kenapa, No?” Tanyanya sembari berjalan melewati pintu rumahnya.
“Maaf, Kak, kalau sudah ganggung waktunya
hehe. Saya mau pinjam raket badminton boleh, Kak?”
“Oh, yaa, boleh kok. Tunggu sebentar, yaa!”
Ujar Kak Adi seraya masuk ke dalam untuk mengambil raket tersebut dan kemudian
diberikan kepada saya.
“Terima kasih, ya, Kak! Nanti saya kembalikan
jika sudah selesai bermain,” saya mengakhiri obrolan dengan muka bahagia
karena dapat bermain badminton dengan bermodalkan meminjam raket milik Kak Adi.
Dia hanya tersenyum melihat respon saya dan kemudian kembali masuk ke dalam
rumah.
Ya, begitulah kiranya awal saya mengenali sosok Kak Adi. Kami
memang bertetangga, tetapi saya hanya sekedar tahu dia dari nama saja. Ketika sedang
cinta-cintanya dengan olahraga badminton, saya masih menginjak sekolah dasar pada
saat itu. Percakapan singkat di atas benar adanya terjadi hampir di setiap pagi, di setiap harinya. Entahlah atas dasar apa saya meminjam raket tersebut
hanya ke Kak Adi saja. Entah karena tetangga lainnya tidak memiliki raket, atau
ada yang punya namun sudah rusak, dan sebagainya; saya lupa. Karena keseringan
meminjam raket tersebut, saya jadi dekat dengan keluarganya; orangtuanya, kakak-kakaknya,
bahkan almarhumah adiknya yang saat itu sedang berjuang melawan penyakit yang
dideritanya.
Saya dengan Kak Adi berbeda usia tiga tahun. Jadi ketika
saya lulus SD dan ingin masuk SMP, Kak Adi sudah masuk ke bangku SMA. Lucunya,
saya berhasil lulus di SMP dan SMA yang sama dengannya walaupun kita tidak pernah
satu lingkunagan sekolah. Namun, saya mulai berurusan dengan Kak Adi tanpa
perantara raket semenjak saya duduk di bangku sekolah menengah pertama. Saat itu,
saya menjadi perwakilan di setiap RT untuk kegiatan remaja masjid dekat rumah. Awalnya,
saya tidak mengetahui kalau Kak Adi akan mengikuti kegiatan ini juga. Tahu-tahu,
dia berjalan mendahului saya dengan salah satu tetangga saya sambil berbincang
seru. Saya hanya memperhatikan punggungnya dari belakang sambil mengikuti
berjalan ke joglo.
Perkumpulan remaja-remaja ini akhirnya berdiskusi dan di
awali dengan memperkenalkan diri. Karena perkumpulan ini, saya menjadi tahu kapan dia ulang
tahun, “Wah, berarti ultahnya pas hari
kartini, dong?” gumam saya dalam hati ketika dia sudah selesai
memperkenalkan diri. Sejak perkumpulan itu, saya mencoba mencari akun facebook miliknya dan menambahkannya
sebagai teman. Tak lama setelah itu, muncul pemberitahuan, "Adi Kartiko P
menerima permintaan pertemanan." Ya sudah, setelah itu justru saya dan dia lost contact karena dia harus
melanjutkan studi arsitekturnya di Undip, Semarang, sedangkan saya lanjut ke
jenjang SMA.
Pernah suatu waktu, saya iseng untuk menyapa di facebook ketika sedang online, “hallo, Kak Adi.” Selang beberapa menit, sapaan saya dibalas! Wow! Saya
tidak berharap kalau pesan saya dibalas karena memang hanya sekedar iseng saja.
Dari keisengan tersebut, obrolan kami berlanjut ke pesan singkat haha (iya,
zaman-zaman dulu memang masih menggunakan SMS). Ternyata dari pesan singkat
tersebut, saya jadi menyimpan rasa dengan Kak Adi! Saya juga tidak bisa
menyangka dan menyangkal hal ini karena semenjak perkumpulan waktu itu, entah
mengapa saya merasa kagum dengan dia. Aneh tapi nyata. “Lha? Gua sama Kak Adi, kan, hanya tetangga biasa. Kenapa bisa begini
perasaan gua? Kenapa juga harus punya perasaan begini?” Pertanyaan ini
seringkali berputar di otak saya dan tak kunjung mendapatkan jawaban.
Karena merasa semakin hari semakin aneh dengan perasaan
saya, akhirnya saya memberanikan diri bertanya kepada Kak Adi. Dengan tangan
sedikit gemetar, saya membuka percakapan, “Kak,
kalau misalnya aku jadi suka sama kakak, gimana?” Saya bertanya dengan gugup. Send. Akhirnya saya berhasil mengirim
pertanyaan yang ada di otak saya tersebut. Cukup lama saya menanti balasannya,
akhirnya penantian tersebut berujung juga, “Wah,
No, makasih banyak sebelumnya sudah suka sama aku. Tapi maaf, kamu bisa hapus
perasaan suka itu, gak? Soalnya aku bukan orang yang baik untuk kamu hehe. Aku ini
brengsek, tau, gak benerlah, intinya.” Kata-katanya seketika membuat saya
lemas bukan main. Rasanya jika saya bisa memutar waktu, saya akan membiarkan
pertanyaan tersebut mengendap lebih lama di otak saya. “Sumpah, rasanya ingin hilang saja dari muka bumi ini.”
Ternyata, status hubungan yang Kak Adi miliki di facebook selama ini disetting, “hanya saya saja” sehingga saya
tidak mengetahui bahwa dia sudah mempunyai kekasih. Padahal kekasihnya menyetting status hubungannya, “publik.” Saya
tahu permasalahan ini karena setelah saya bertanya pada Kak Adi, dia langsung
menyetting status hubungannya menjadi, “hanya
teman.” Sebenarnya saya agak syok
mengetahui hal ini. Namun, saya tidak ingin ikut campur terlalu jauh tentang
kehidupan percintaannya.
Kalau tidak salah selang satu tahun kemudian, Kak Adi
putus dengan kekasihnya. Karena saya adalah orang yang kepo akut, akhirnya saya
stalking mereka berdua. Ternyata, Kak Adi berselingkuh dengan senior dari
kekasihnya ini. Dan saya baru tahun kemarin kalau kisah perselingkuhannya ini
merupakan masa-masa dia sedang berjaya menikmati jati dirinya. Namun yang
membuat saya lucu adalah, “Iya, gua
selingkuh dengan senior kekasih gua. Eh, taunya gua diselingkuhin lagi sama
yang ini. Padahal gua udah suka banget sama dia, cinta matilah bisa dibilang. Mau
dia apain guapun, gua rela saking sayangnya.” Saya yang mendengar
pernyataan ini dibuat terpingkal bukan main. Bagaimana tidak? Pengkhianatan pasti
akan dibalas dengan pengkhianatan. Dan saya menjadi tahu maksud dari kata, “brengsek,”
yang dia ucapkan beberapa tahun yang lalu. “Yaaa,
yaa. Gak kepikir, sih, kalau Kak Adi mainin gua juga. Gokil, sih, nih orang. Bikin
anak orang menderita, tapi gak pengen gua menderita kayak mantannya,” pikir
gua dalam hati sambil bersyukur tiada henti.
Jum’at,
08 Mei 2018
Yap! Satu paragraf terakhir di atas saya dengar langsung
dari mulutnya karena bertemu dengannya hari ini. Sebenarnya, ada dua hari setelahnya
saya jalan bareng dengannya dan tidak saya jabarkan di sini (tentu, dengan
rentang waktu yang sangat lama dan ditemani dengan seorang teman), yaitu saat
saya masih kelas 11 SMA (ditemani tetangga) dan saat saya kuliah (ditemani oleh
teman SMA). Delapan Mei Duaribu
Delapanbelas, saya bertemu dengan Kak Adi tanpa ditemani oleh siapapun. Saya
awalnya merasa kebingungan karena dia sudah lama berniat mengajak saya bertemu,
namun baru hari ini bisa terealisasikan.
Jadi dipertemuan hari ini, banyak sekali yang dibahas
dalam satu jam ke depan. Salah satunya dia memberi saya hadiah karena sudah
resmi menjadi alumni UIN, dan salah satunya adalah kabar baik yang membuat saya
terperangah. Selain itu, banyak sekali perbincangan-perbincangan yang membuka
sudut pandang saya yang lainnya. Katanya, “Cowok
itu hampir semuanya brengsek, No. Gua juga termasuk. Karena perbandingannya
dengan yang baik itu hanya 3:2. Jadi kalau mau memilih suami, telaah dulu niat
cowok ini seperti apa. Selidiki dulu dari lingkungan tempat tinggalnya,
pergaulannya, lingkungan kerjanya. Kalau bisa lu harus tanya ke teman dekatnya
soal pendapat tentang cowok ini. Biasanya teman dekat enggak akan salah dalam
memberi penilaian.”
Obrolan ini yang paling saya suka. Karena secara tidak
langsung, dia menginginkan saya untuk tidak salah dan terjebak dalam mengambil
pilihan, “Jangan terlalu buru-buru kalau
bisa. Memangnya mau kalau menyesal ketika sudah berumah tangga? Lu masuk ke
dalam jurang, dan gak akan ada yang bisa nolongin?” Lanjutnya dengan muka
datar namun serius. Saya hanya menganggukkan kepala tanda memahami
perkataannya. Selain itu, pembahasaan mengenai masalah pekerjaan, masa lalunya,
bahkan sifat jeleknya dia yang matanya suka, “jelalatan,” menjadi topik
pembahasan kami hari ini. Serius, hanya dengan waktu satu jam semua bisa
dibahas secara kilat; yaa, walaupun tidak dibahas secara rinci karena waktu
saat itu sudah sore dan saya ingin sekali buka di rumah bersama keluarga. Akhirnya
obrolan kami diakhiri dengan wejengan-wejengan yang menurut saya, “bukan Kak
Adi banget,” gitu ahahaha. Seperti pesan seorang kakak terhadap adiknya. Hmm, salut!
Dear, Kak Adi...
Jari-jari saya
lelah sedaritadi hanya beradu dengan keyboard di laptop kesayangan saya ini
hingga menimbulkan bunyi “klik...klik,” yang khas. Saya akhiri tulisan ini di
sini, ya? Terima kasih, lho, untuk segala pembelajarannya dulu. Terima kasih
karena tidak berniat untuk menyakiti saya seperti kakak menyakiti mantan-mantan
kakak dulu (atau mungkin kakak takut kali, ya, karena sudah kenal dengan
orangtua saya? Ahahaha). Intinya kakak memang brengsek, tapi tidak brengsek ke
saya. Terima kasih untuk cerita-cerita terdahulu, ya; sudah mau meminjamkan
raket badminton, meladeni setiap SMS saya kala itu, hingga menjawab perasaan
saya untuk kakak dengan sebaik mungkin. Saya kecewa betul dan menangis saat
itu, namun tidak sekecewa dan sesakit mantan yang kakak khianati itu. Setelah bertahun
lamanya, saya baru sadar jika cara kakak mematahkan hati saya dengan
kelembutan; tidak membabi buta. Terima kasih juga, Kak Adi, untuk segala
nasihat, tips, dan saran yang saya dapat hari ini. Saya suka berdiskusi dengan
kakak (tentu tanpa menggunakan hati lagi) karena dapat membuka pola pikir saya
dari sudut pandang lainnya. Mungkin cukup sekian dari saya, semoga pertemuan
terakhir berdua kemarin menjadi pertemuan singkat yang, yaaaaa....bisalah
diingat sesekali haha (isi pembicaraannya, maksudnya).
Baiklah. Selamat untukmu,
Kak Adi. Semoga diberi kelancaran dan kemudahan untuk ke depannya. Tenang,
dirimu mendapatkan do’a restu khusus dari diriku ini ahaha. J
apakah kak adi seorang yg gentle ? setdknya pdmu ? krn tdk mau menyakiti ?
ReplyDeleteah? gak juga, kok. karena jika dia gentle, dia gak akan menyakiti satu perempuanpun. karen baginya, perempuan itu wajib dihargai, dijaga, tidak dikecewakan, dan dilindungi sama seperti perlakuan dia ke ibu kandungnya sendiri. itu cara cowok gentle memperlakukan wanita dengan baik dan benar...
DeleteNice answer��
DeleteDy cinta pertama kk , y ?
ReplyDeleteahahahaha..alhamdulillahnya, sih, lelaki brengsek itu bukan cinta pertama gua. lagian, cinta pertama apa, sih? sampe detik ini belum paham sama maksud cinta pertama.
Deleteah, maksudnya cinta monyet, gitu? bukan juga sih, alhamdulillah..