Lagi,
dan lagi. Aku harus melewati lorong panjang tak berujung, kerikil tajam, dan
piringan hitam. Untuk sesekali lagi, aku harus melewati yang sebelum-sebelumnya
pernah untuk ku lewati. Tak ada keyakinan bahkan kemauan untuk perjalananku
kali ini. Bukan karena ku tak bisa meraba, tetapi aku terlalu sungkan untuk
beranjak dari sini; aku masih merasa nyaman di tempat ini.
Entah
ada sesuatu apa yang membuat aku nyaman berada di sini sehingga aku terbuai
sendiri. Aku berdiam mematung, melihat saksi bisunya. Gelap, namun tak terlalu
gelap. Karena ada sosok cahaya menyerupai bayangan yang selalu ada untuk
menemani, menyertaiku di setiap langkahku. Namun tak tahu pasti untuk apa
cahaya itu masih ada di sini; ketika ia memilih untuk pergi dan memilih
dunianya yang baru.
Lamban
laun, cahaya itu menyilaukan mataku. Aku tak bisa melihat kedepan, tak ada yang
bisa untuk kulihat. Cahaya itu, dahulu sempat menjadi penuntun di setiap
jalanku. Namun apakah kali ini ia ingin berbuat jahat kepadaku? Aku tak bisa
apa-apa, cahaya itu terlalu menusuk ke dalam mataku.
Dahulu,
ya, dahulu. Karena cahaya itu, aku enggan untuk membuka mata. Melihat ke depan
atas kejadian yang akan mengguncang, hingga sekarang seperti ini. Aku tak
pernah menyalahkan sang cahaya, tak pernah ku merasa menyesal karena cahaya itu
telah menemani dan membuatku buta sementara. Akhirnya, cahaya itu beranjak
sedikit menghilang, ia pergi ke tempat yang membutuhkannya, ke tempat gelap
untuk ia terangi. Namun, memang ku akui, ia masih sedikit memancarkan sinarnya
untukku. Membantu sedikit penglihatanku melalui anganku. Aku bodoh.
Dear sang Cahaya, mengapakah kau
masih menyinariku? Aku takut untuk tidak terbiasa kembali dengan kegelapan;
kawan sejatiku. Kau penuntunku, selalu kau temani aku. Namun sekarang, bukankah
kau memilih untuk tak menerangiku lagi? Dahulu, aku pernah berkata, “Aku tak
bisa menahanmu lebih lama lagi untuk duniaku sendiri, jika kau jenuh, maka
pergilah.” Dan sekarang, kau pun telah pergi. Namun, mengapa sisa-sisa dari
cahayamu itu, tak kau bawa sepenuhnya? Aku hanya takut tak terbiasa dalam
kegelapan lagi. Kau merasa kasihan terhadapku? Tak perlu, aku tak suka untuk
kau kasihani. Ini jalanmu, pilihanmu. Sesal, tak kan ada akhirannya. Jika kau
inginkan pergi, pergilah. Terangi dunia seseorang yang patut dan pantas untuk
kau terangi. Bawa pergi pula semua cahayamu yang berada di duniaku. Aku hanya
perlu beradaptasi dengan waktu, hinggaku mulai terbiasa kembali dengan dunia ku
yang gelap, yang menyeringai.
Entahlah,
aku tak tahu apa dan bagaimana. Mungkin cahaya ini tahu namun enggan untuk
mengerti. Aku harus keras terhadap duniaku sendiri, karena orang lain pun
begitu keras dengan duniaku; padahal mereka tak tahu dan mengerti apa-apa
tentang di dalamnya. Aku harus mulai
belajar untuk beradaptasi dengan gelap. Aku tak ingin, jika dahulu duniaku
selalu terpancar cerah, dan ketika sekarang mendadak untuk gelap seketika, aku
merasa trauma untuk merasakan gelapnya lagi.
Akan ku coba..
sedihnyaaa :')
ReplyDeletetapi cahayamu, pasti akan selalu menerangimu, walaupun kamu tak mengetahuinya atau sedang merasa kegelapan. cahaya selalu perasa...