Aneh? Aneh itu apa, yaa?
Kalau
kata KBBI, sih, aneh itu, “tidak seperti yang biasa kita lihat, dengar, dsb”
atau meng-a-neh-kan, “memandang atau menganggap aneh (biasanya pada orang)”. Kenapa
saya membahas kata “aneh” pada tulisan kali ini? Yap, karena saya sendiri
sering merasa aneh dengan diri saya. “I’m weird, random, and freak.” kasarnya sih,
gitu. But, I’m proud of this. Karena keanehan
yang saya punya, membuat saya merasa sedikin unik diantara mereka yang bersikap
normal; formal dan selalu pencitraan sana-sini.
Menjadi orang aneh, tak selamanya susah. Hanya perlu
sedikit membenahi pola pikir yang ada. Jujur saya merasa, saya selalu memiliki
pola pikir yang aneh, namun terkadang ada benarnya juga. Keanehan atau keunikan
yang saya miliki tak melulu selamanya membuat saya berjalan dengan menggunakan
perasaan layaknya wanita lain; namun juga mengeseimbangkan logika.
Banyak sekali dari mereka, yang sedikit lebih mengetahui
seluk beluk tentang saya, mengakui kalaumemang saya ini aneh. Salah satunya
seperti ini:
Saya lebih suka ditinggalkan;
ketimbang meninggalkan.
Karena
menurut nalar saya, lebih baik sakit lalu belajar, ketimbang menyesal tapi tak
bisa kembali. Atau juga layaknya seorang anak yang ditinggal selama-lamanya
oleh orang tuanya. Anak itu berbesar hati untuk tumbuh menjadi dewasa,
ketimbang kedua orang tuanya yang merasa bersalah karena tak bisa melihat
anaknya tumbuh dewasa dan tak bisa kembali.
Saya tidak suka bunga.
Apapun
bentuknya, bunga plastik atau mainan, bunga asli, bunga bank, apalagi bunga
bangkai. Karena pemikiran saya begini:
Bunga
plastik atau bunga mainan: Bunga merupakan simbol dari
cinta, ketulusan, atau kasih saying dari seseorang. Kalau dikasihnya yang
mainan atau plastik, memangnya mau cuma dianggap sebagai mainan aja?
Bunga
asli: Tahu sendiri, kan, kalau bunga
asli itu melambangkan cinta ataupun kasih sayang yang bisa layu sekalipun sudah
ditaruh di tempat yang benar? Emangnya mau, cinta yang selama ini ada, suatu
saat nanti akan layu?
Bunga
bank: Nah, apalagi bunga ini. Walaupun semua orang akan senang jika mendapatkan
bunga bank, tapi tidak untuk saya. Kalau cinta hanya sebatas bunga bank nya
saja, kenapa gak menjalin hubungan sama teller bank? Segitu murahkah? Karena saya
aneh, saya tak bisa untuk dibeli dengan bunga bank.
Nah,
kalau untuk bunga bangkai, jangan ditanya, deh. Walaupun belum pernah bertemu
langsung dengan si bunga.
Entah sebenarnya darimana pola pikir yang seperti ini ada
dan kemudiannya diolah. Jangankan orang lain yang menilai saya aneh, saya pun
benar-benar lebih merasa aneh pada diri saya sendiri. Tapi, saya mempertahankan
keanehan saya sampai saat ini pun. Karena aneh yang saya miliki, tak dimiliki
orang lain. *haha sok tahu*
Masih ada banyak yang membuat saya aneh, menjadi tambah
aneh dengan keanehan saya, yakni masalah prinsip yang saya teguhkan sejak
dahulu ketika saya mengerti jikalau saya aneh:
Prinsip 1: Selalu mendoakan
kebahagiaan orang-orang yang telah menyakiti.
Dahulu, ketika salah seorang sahabat
mengetahui satu dari sekian prinsip yang saya teguhkan ini, entah kenapa dia
langsung tiba-tiba saja panas hati, “Yaampun, ada ya orang kayak lo? Yang udah
disakitin, masih aja mengharapkan mereka bahagia?” seketika saya bingung, “Loh,
memangnya salah, ya?” seraya bergumam dalam hati.
Prinsip 2: Saya seorang wanita,
bukan gadis.
Mengutip dari sebuah kutipan, “Seorang
gadis, mencari seorang pria mapan, agar dapat menikmati kebahagiaan hidup. Seorang
wanita, mendampingi seorang pria hingga mapan, agar tahu sulitnya mencapai
kebahagiaan.”
Jadi
intinya adalah, jika seorang gadis tidak mau merasakan kesulitan dahulu dalam
hidupnya dan menginginkan kebahagiaan yang instan, lain halnya dengan seorang
wanita yang lebih senang diajak untuk sulit dahulu, baru bahagia.
Prinsip 3: Kebahagiaan yang utama,
harta urusan terakhir.
“Mana bisa
emangnya bahagia tanpa harta?”
“Emang selama
ini, bahagia lo berasal darimana? Jin?”
“Bahagia juga
butuh harta, kali. Salah satunya uang.”
Mungkin, 8 dari 10 orang memiliki
pikiran yang seperti di atas. Namun, tidak dengan saya. Saya beranggapan
bahwasannya, bahagia yang saya dapatkan adalah dari sebuah “kebersamaan”. Tak ada
hal lain yang lebih indah dari kebersamaan dibanding dengan harta. Jika kalian
merasa bahagia dengan harta dengan tanpa adanya kebersamaan, berarti kalian
merasakan kebahagiaan yang singkat, ketimbang kebahagiaan yang tercipta melalui
sebuah kebersamaan.
Saya tahu, semua orang hidup
memerlukan harta tak lain tak bukan adalah uang. Namun, saya pribadi lebih rela
menukarkan uang demi sebuah kebersamaan. Karena saya bukan penggila harta.
Prinsip
4: Diamnya saya memiliki banyak artian.
Diam, tapi dalam hati tak diam. Saya
pemendam, bukan pendongeng sana-sini panjang lebar. Saya bercerita, hanya
kepada mereka yang suka mendengar. Namun saya lebih suka mendengar ketimbang
didengar. Dalam diam saya pun, tak hanya itu. Beraneka rasa bercampur dalam
satu dunia; imajinasi.
Prinsip
5: Berpandang dan berperilaku seperti anak kecil, namun berpikir layaknya orang
dewasa.
Saya memandang dunia, memandang sebuah
kehidupan yang isinya penuh dengan masalah, layaknya seorang anak kecil yang
tak perlu ribet dengan, “Besok pakai baju apa, ya?” “Aduh, hari ini makan
banyak banget. Gendut deh, ah.” atau “Lebih bagus merah, atau biru, ya?” tetapi
saya memandang sebuah dunia yang tak berujung ini, sesederhana anak kecil, yang
hanya mengetahui ucapan “I Love You.” kepada orang-orang yang mereka sayangi. Tak
lebih dan tak kurang.
Namun, ketika saya merasa dunia orang
dewasa yang saya pandang seperti dunianya anak kecil di rasa mengganggu, saya
berpikir layaknya orang dewasa. Yang secara terus-menerus memikirkan masalah
tersebut, sampai menemukan titik akhir dari sebuah masalah tersebut; solusi. Tak
perduli seberapa berat saya berpikir, sebisa mungkin setelah menemukan solusi
tersebut, saya kembali melihat dunia melalui sudut pandang seorang anak kecil.
Prinsip 6: Sulit bersikap hangat
terhadap orang dingin.
Bahasa kasarnya,
sih, “Saya tidak bisa peduli ataupun perhatian dengan seseorang yang bersikap
acuh dan cuek terhadap saya.” Seberapa sering saya mencoba bersikap hangat
kepada mereka yang dingin, hasilnya malah saya ikut-ikutan untuk bersikap
dingin pula. Fail.
Begitu pun jika
ada seseorang marah terhadap saya, entah itu alasannya jelas atau tidak, ketika
mereka tak ingin untuk setidaknya berdamai melalui percakapan kecil, saya tak akan mau untuk memulai menyapa atau
berbicara terhadapnya. “Untuk apa
berbicara yang sedang berada dalam emosinya? Nantinya, kita yang akan terjebak
dalam emosinya juga.”
Prinsip 7: Tak mudah memulai,
ketika berakhir sukar untuk menyudahi.
Saya tipe-tipe orang yang sulit
memulai maupun mengakhiri. Namun, ketika ada yang memulai dan saya merasa
nyaman, namun harus berakhir di tengah perjalanan, sukar untuk saya untuk
menyudahi. Bukan saya tak ingin, namun dalam proses menyudahi yang berakhir,
memerlukan waktu yang panjang. Dan berdamai pada diri sendiri diperlukan, walau
tak mudah.
Prinsip 8: Saya keras kepala, namun
dapat luluh.
Masuk telinga kanan, keluar telinga
kiri. Ya beginilah saya, ketika saya merasa bahwa saya berada pada pilihan yang
tepat atau pilihan saya benar. Namun, ketika pilihan yang saya ambil adalah
salah, bahkan sampai saya mencari alasannya mengapa sampai sedetil mungkin,
saya akan merubah pilihan saya dan mencoba mendengarkan masukan orang lain.
Prinsip 9: Lebih bahagia melihat
orang lain berbahagia, dibanding diri sendiri.
Kalau untuk
masalah ini, saya tak mau egois sendiri. Bahwasanya jikalau saya tak bahagia
pun, selama orang-orang terdekat saya merasa bahagia jika saya berada pada
pilihan mereka, akan saya lakukan. Walaupun terkadang harus berusa menerima dan
belajar ikhlas di sepanjang perjalanannya.
Prinsip 10: Tidak suka dibilang
cantik.
“Semua cewek cantik, lah. Namanya juga
perempuan. Kalau ganteng berarti ya cowok.” Kata-kata yang sudah terdengar tak asing
di telinga ini, jujur saya kurang menyetujuinya. Buktinya, saya tidak suka
untuk dibilang cantik, karena memang saya tidak cantik.
Namun, saya lebih suka dibilang
manis (walaupun tidak manis). Karena ada sebuah kutipan yang mengatakan, “Cewek
cantik itu kalau dilihat lama-lama akan membosankan. Sedangkan kalau cewek
manis gak bikin bosan.”
Intinya, sih, saya biasa aja.
Sebenarnya, masih banyak sekali seluk-beluk yang ada pada diri saya sendiri yang masih belum terkuak dan saya mengerti. Saya masih perlu dan butuh lagi untuk menyelami pribadi saya sendiri secara mendalam. Masih ada banyak hal yang harus di cari, salah satunya jati diri saya. Namun, saya sedikit menemukan identitas saya pada keanehan yang saya miliki.
Terkadang, dengan keanehan saya dalam hal memandang
apapun secara aneh, patut saya syukuri. Karenanya, saya tak perlu seserius
menanggapi soal kehidupan, seperti halnya orang yang menilai atau mencap orang
lain dengan pikiran negatifnya. Sudut pandang saya mengajarkan bahwasannya,
semua yang ada di dunia ini, bisa dipandang dengan beberapa sudut pandang. Termasuk
keanehan yang saya miliki. Karena keanehan yang saya miliki, saya merasa bangga
dan tak melulu menilai sesuatu dengan penilaian negatif. Tapi, cukup dengan:
i-ma-ji-na-si, dimana saya berada, sekarang…J
unik juga ini artikel hehehe like deh ;;)
ReplyDeleteamazingggg!!!!
ReplyDeletewooow~~~
ReplyDeletewaduh, ngeriiiihaha
ReplyDelete