HALLO SEMUANYA!!! Wah, maaf ya salam pembukanya enggak
santai ahaha. But, jujur saya kangen sekali sama dunia menulis yang sudah saya
tinggali hampir tiga tahun lamanya. Bukan maksud meninggalkan, sih, sebenarnya.
Hanya ingin lebih
fokus saja di dunia perkuliahan hehe. Alhamdulillah-nya sekarang saya sudah lulus dan sedang menunggu
wisuda pada awal bulan Mei nanti~ YEAAAYY!!! Senangnya bukan main, lho, hehe. Okelah,
saya enggak mau terlalu banyak berbasa-basi lagi, cukup segini aja pembukanya. Karena
ada yang mau saya ceritakan kepada kalian melalui tulisan ini he..he.. Disimak,
yaa? J
Cerita ini bukan lagi soal dia. Ya, dia yang selalu
kuceritakan pada blog ini. Bukan lagi membicarakan kenangan-kenangan tentang
dia; karena saya benar-benar sudah melupakannya dan tidak ingin mengingatnya
lagi. Sebenarnya masih banyak sekali yang saya ingin ceritakan tentangnya di
sini. Namun, saya sudah bertekad bulat untuk menutup lembaran cerita saya
dengannya. Dia yang dulu saya kenal, tidak lagi saya kenal pada masa sekarang. Saya
tidak tahu-menahu soal dia; perihal kabarnya, sedang sibuk melakukan apa saat
ini, bahkan saya sudah menutup diri dari semua sosial media miliknya. Ya, saya tidak
lagi menyimpan nomornya, saya tidak lagi memfollow
akun instagram miliknya. Tetapi, saya masih berteman dengannya di akun facebook. Mengapa? Alasan klasik, sih. Karena
saya sudah jarang sekali bermain facebook.
Jadinya, saya masa bodo sendiri jika masih berteman di akun tersebut.
Saya ingin menceritakan tentang seseorang yang ada pada
masa-masa putih abu-abu; ya, pada saat SMA. “Wah, kok flashbacknya jauh banget?” Hmm, bukan masalah jauhnya,
sih. Tapi orang yang pernah berada satu lingkungan dengan saya selama dua tahun
itu sedang mengisi hari-hari saya. “Wow,
kok bisa?” Nah, makanya saya ingin menceritakan soal dia ditulisan ini. Jadi
begini ceritanya...
Inisialnya MS, atau biar lebih mudah kita sebut saja dia
kasur, ya? “Kok aneh, sih, nama panggilannya?”
Eitttts, tenang aja, itu hanya nama samaran, kok. Nama aslinya, sih, pasti lebih
bagus, apalagi soal arti namanya hehe. Iya, jadi dia senior saya ketika saya
bersekolah di salah satu SMA Negeri di Tangerang Selatan. Ketika saya menginjak
kelas 10, dia berada di kelas 11. Jujur, saya tidak tahu dia sama sekali. Saya tidak
tahu kalau dia pernah mengospek angkatan saya, saya tidak pernah tahu kalau dia
adalah ketua osis, dan saya sama sekali tidak kenal sosoknya saat itu. Yang saya
ingat pada saat itu, pergantian osis periode 2013-2014 itu dilakukan ketika
saya kelas 10. Saat itu, seluruh siswa diwajibkan memilih satu dari dua orang
kandidat yang akan menggantikan ketua dan wakil ketua osis periode sebelumnya. Kasur
dari jurusan ips mencalonkan diri bersama temannya (sebut saja dia nanda) dari
jurusan ipa. Saya familiar dengan nanda, tapi tidak dengan kasur. Kenapa? Karena
ketika angkatan saya melaksanakan kegiatan ospek, hanya nanda yang saya lihat;
ya, saya tidak pernah melihat kasur saat ospek. Ketika pemungutan suara tiba,
saya memilih nanda ketimbang kasur yang berlandaskan pada alasan, “ah, saya pilih nanda saja, deh. Saya tidak
tahu kakak yang satu itu. Asing seklai rasanya,” gumam saya dalam hati. Namun
ajaibnya, kasurlah yang menjadi pemenangnya dan menjadi ketua osis pada periose
2013-2014 saat itu. Lagi-lagi saya bergumam, “ini saya saja yang tidak mengetahui dia, atau bagaimana, sih?” ketika tahu bahwa kasur yang memegang suara terbanyak untuk diberikan tugas dan
amanah dari sekolah. Selamat, ya, kak!
Setelah pemilihan osis itu, saya jadi sering sekali melihat
dia memasuki kelas saya untuk meminta infak yang dilakukan rutin setiap Hari Jum’at. Lama-kelamaan,
saya menjadi tahu kasur walaupun tidak setiap Jum’at dia masuk ke kelas saya. Saya
juga menjadi lebih sering melihat dia di sekitaran sekolah. Ya, jelaslah! Dia kan
satu lingkungan yang sama dengan saya. Dengan sadar, setiap kali saya melihat
dia saya berbicara dalam hati, “kakak itu
kalau dilihat-lihat manis juga. Hitam manis gitu, deh. Aku tebak pasti dia
orang jawa.” Dengan sok tahunya saya membuat pernyataan seperti itu. Ahaha ada-ada
saja, kan?
Saya sempat didekati anak dari guru BK (read: bimbingan
konseling) di sekolah saya yang merupakan juga teman satu angkatan kasur. Tidak
lama, sih, didekatinya. Hanya saja, perasaan saya yang lama ke dia. Semenjak saya
memiliki perasaan dengan anak guru BK tersebut, saya jadi tidak fokus lagi
dengan kasur. Mata saya sudah tidak sesering dulu dalam mencari kasur. Seketika
benar-benar lupa sama dia begitu saja. Sampai akhirnya, tidak terasa angkatan
kasur dan anak guru BK itu lulus. Para senior berpencar untuk melanjutkan masa
depannya; bagaikan segerombolan burung yang terbang bebas kala menyambut
matahari pagi. Ya, saya sudah tidak tahu kabarnya lagi; di mana dan bagaimana
kuliahnya. Karena saya berpikir, saya bukan siapa-siapanya dan tidak mengenal
secara langsung pada saat itu.
September,
2017...
Lebih tepatnya pada awal September, saya
berinisiatif untuk meramaikan akun instagram
saya dengan cara memfollow
alumni-alumni pada saat SMA; entah itu teman satu angkatan, senior, maupun
junior yang saya ketahui. Sedang asyik-asyiknya mencari akun-akun senior, saya
melihat salah satu akun yang foto profilnya tidak asing bagi saya. Dengan bermodalkan
iseng dan tidak terlalu berharap untuk difollow
back, akhirnya saya klik tombol follow
di profilnya. Tidak perlu menunggu lama, ternyata senior ini menekan tombol follow back di profil saya. Awalnya saya
ragu kalau dia ini kasur; senior yang pernah saya lihat ketika di sekolah. Setelah
saya stalking akunnya, ternyata orang
yang saya follow itu dia. Kaget sekaligus bingung, sih, karena bisa ketemu akun
instagram dia ahaha. J
Setelah saya difollow
back itu, enggak berapa lama saya mendapatkan pemberitahuan bahwa ada
seseorang yang mengirimi saya pesan di direct
message atau dm. Ketika
saya lihat dan baca, ternyata kasur yang mengirim. “Salam kenal,” begitu katanya. Dari sapaan singkat tersebut,
akhirnya saya dan dia mengobrol via dm. Saya ingat betul, ketika dia dm saya,
hari itu berselang tiga hari setelah dia ulangtahun. Wah, saya sempat berpikir,
“apa saya salah, ya, sudah masuk dalam
kehidupannya setelah tiga hari ulangtahunnya?” Ooh iya, saya bisa tahu
kapan dia berulangtahun karena dia memberitahu saya kapan tepatnya dia lahir. Jadi,
apakah ini suatu kebetulan? Entahlah...
Akhir
April, 2018...
Dari chat awal
yang kasur kirim, kami menjadi dekat. Tidak dekat secara intensif, sih. Tetapi lumayan
banyak sekali hal-hal yang dibahas. Selama ini, dia selalu mengajak saya
untuk bertemu. Namun tidak pernah saya turuti keinginannya karena waktunya
selalu tidak pas. Ya, saya dan kasur sebelumnya tidak pernah ketemu. Hanya pernah
sekilas-sekilas melihatnya ketika SMA. Dia mengaku pernah melihat saya ketika
SMA, tapi jujur saja saya tidak pernah tahu ketika dia melihat saya. Sebenarnya
dia bukan orang asing bagi saya, bukan pula orang yang ‘betul-betul tidak saya
ketahui.’ Hanya saja, saya merasa ketika dia mengajak saya untuk bertemu, ada
sedikit rasa takut dalam hati. Saya tak pernah tahu alasannya, padahal dia
orang yang cukup baik menurut penilaian pribadi saya.
Bulan lalu, lebih tepatnya bulan Maret sebelum saya
ulangtahun yang ke-23, saya dengannya chatting
dengan cukup serius. Bagaimana tidak, dia bilang katanya ingin serius dengan
saya sedangkan kami berdua belum pernah bertemu pada masa sekarang. Saya akui,
niatnya untuk serius dengan saya adalah niat yang baik; niat yang tidak pernah
terpikirkan oleh saya untuk diucapkan oleh kasur. Biasanya, saya yang selalu
ingin serius dengan mantan-mantan pacar saya dulu yang berakibat kandas di
tengah jalan. Namun sekarang, ada laki-laki yang dengan beraninya mengatakan
ingin serius dengan saya. Tetapi, saya tidak terlalu menanggapi dengan serius
niat baiknya tersebut karena diutarakan hanya melalui chat. Sekalipun dia bilang, “kalau urusan orangtua gampang, kok. Nanti
bisa ketemu,” jujur saya kaget bukan main kasur bisa bicara begini. Ya, saya
tahu, umur-umur segini sudah bukan waktunya main-main lagi. Tapi, saya merasa
terlalu cepat untuk mengatakan hal tersebut. Apalagi kita belum bertemu dan
ngobrol secara langsung. Jujur saja saya senang dengan niat baiknya, senang
sekali. Tapi ada rasa bimbang yang saya rasa di samping kebahagiaan itu.
Sebenarnya, banyak sekali lelaki-lelaki yang mendekati
saya walaupun hanya sekedar chat
saja. Namun, yang menyatakan niat baiknya baru kasur saja. Sampai tulisan ini
ditulis, saya masih dekat dengannya walaupun tidak intens. Kedekatan yang
kurang intens ini menjadi alasan utama mengapa saya kurang yakin atas niat
baiknya kasur. Kalau boleh jujur sih, saya sampai baper alias bawa perasaan
dengan pernyataannya tersebut. Saya sendiri memiliki target untk menikah antara
usia 24 atau 25 tahun. Kenapa? Karena di usia saya yang sudah 23 tahun saja
saya belum menemukan seseorang yang ‘bisa untuk dikenal secara serius dan
mendalam,’ saya belum menemukan sosok yang dapat membuat saya nyaman, dan
pastinya dapat menerima segala kekurangan saya. Saya tak menahu, apakah kasur
akan menerima kekurangan yang saya punya ini.
Berbicara soal kekurangan, antara saya dan kasur bisa
diibaratkan seperti langit dan bumi; kasur langitnya, sedang saya adalah
buminya. Kenapa? Karena kami berdua memiliki karakter yang sangat jauhhhhhhhhh
berbeda. Kalau kasur adalah orang yang mudah sekali berbaur dengan orang lain,
sangat aktif dalam berorganisasi, pintar berbicara dalam artian mengatur
kata-kata yang akan dibicarakan, serta pandai, lain halnya dengan saya yang
cenderung susah untuk bersosialisasi, pasif dalam berorganisasi, tidak begitu
suka untuk berbicara alias pendiam, dan biasa-biasa saja dalam hal kepintaran. ‘kan?
Bedanya hampir 180° sendiri. Alasan kedua yang membuat
saya kurang yakin dengan niat baiknya kasur adalah perbedaan di antara kami. Saya
tidak begitu yakin apakah dia akan menerima kekurangan saya mengingat banyak
sekali kelebihan yang ada pada dirinya sekalipun dia memiliki kekurangan.
Besar
harapan saya untuk kasur membaca tulisan saya ini. Namun, saya tidak begitu
yakin dia akan berusaha mencaritahu blog saya dan membaca tulisan ini; mencoba
mengenal saya melalui apa yang saya tulis. Saat ini, saya sedikit bisa
meyakinkan diri sendiri kalau saya bisa membuka hati saya untuknya; tidak tahu
dengannya. Kalau saya tidak bisa membuka hati untuknya, saya tidak akan menulis
ini. Bercerita panjang lebar tentang dia dan berusaha mengingat kejadian yang
hampir lima tahun lamanya tidur nyenyak dalam ingatan saya. Dengan ini, saya
nyatakan bahwa ingin rasanya saya menghabiskan sisa hidup berdua dengannya. Tetapi
saya tidak tahu, apakah nantinya saya bisa menagih “niat baiknya” ketika saya
sudah siap menuruti niat baiknya tersebut.
Dear,
kasur...
Maukah
kakak menunggu saya? Menunggu saya menyiapkan mental saya untuk bisa menjadi
apa yang kakak inginkan; yang kakak minta? Sanggupkah, kak? Saya di sini, tidak
kemana-mana selama kakak berpegang teguh pada niat baik yang kakak utarakan
kepada saya. Saya ingin memantaskan diri sekali lagi untuk kakak. Bisakah, kak?
Tunggu
saya...
Sadisssss nulis lg niiihh .....
ReplyDeleteciyeeeee comeback.................................., asek yeah ..sering" nulis'a hm
ReplyDeletebagus bangeeeeeeeetttt!!!!!!!!lanjutin nulisnya y.........semua org jd kebawa sm alur ceritany,
ReplyDeleteSmgt. minta dl sm penciptanya yh ,insha Allah kl jdh pst disatukn ...,.
ReplyDeletePARAH MBAAAAAA , SAYA TERSENTUH BACANYA .
ReplyDeleteakhirnyah
ReplyDeletegue rasa doi serius sm lo ka.......jgn maini die ye ka :DD
ReplyDeleteKiw,beda org lg nih y?????
ReplyDelete