Minna-san, sebenarnya
saya membuat tulisan ini bukan atas dasar apa-apa, bukan tentang perasaan dan
pikiran yang sedang kalang kabut. Hanya saja, saya habis flashback membaca tulisan-tulisan lama di blog ini. Entahlah,
rasanya ingin sekali saya untuk membahas permasalahan terdahulu pada sekarang
ini kepada diri sendiri. Tak ada yang mengerti sama sekali sebenarnya dengan
permasalahn ini, tetapi saya bias untuk menyelesaikannya seorang diri.
Tentang seorang gadis yang sekarang berstatus sebagai Mahasiswi
yang sudah menerima takdirnya. Saya tahu dan sangat amat mengerti dengan gadis
ini, bagaimana dahulu hari-hari begitu menghantuinya. Ya, karena gadis ini
adalah saya. Saya merasa, hari-hari terdahulu itu seperti hantu yang menghiasi
perjalanan saya, begitu kelam dan kelabu. Hari di mana saya harus berbesar lagi
untuk tidak memperjuangkan hak saya dan berusaha mengalah kepada keadaan; ya,
saya sedikit lupa dengan keinginan saya pada kala itu; keinginan terpendam
tentang kuliah di UGM. Karena jujur, ada seseorang yang saya cari di sana;
orang yang telah memotivasi dan membakar semangat saya untuk memperjuangkan
UGM. Sekalipun itu di hadapan Tuhan dan Orang Tua saya.
UGM, adalah Universitas yang saya bangga-banggakan
dahulu, Universitas yang membuat saya berdecak kagum akan segala-galanya, dan
Universitas di mana saya akan berpikir akan bertemu dengannya; seseorang yang
berada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis pada jurusan Ilmu Ekonomi tersebut. Namun,
sebenarnya Tuhan saya lebih mengetahui kemana niat saya akan berlabuh, dengan
demikian Ia membelokkan segala rencana bak banjir yang tiba-tiba surut airnya. UGM,
tak seindah bagaimana aku memandangnya lagi. Entah mengapa, saya merasa enggan
untuk berkuliah di sana, sekarang. Terlalu banyak alasan jika memang bisa saya
jabarkan di sini. Namun jujur sejujur-jujurnya, saya telah melupakan segala
alasan itu dan berpaling dengan mudahnya di UINJ. Banyak sejarah yang terukir
di UINJ, salah satunya pembelajaran akan pendewasaan tertanam di sana walau tak
semua orang dapat memetik pembelajarannya. Ah,
lagi-lagi saya membandingkan mereka kedua. Gomenne.
Walau menempuh pendidikan di UINJ bukanlah suatu
keinginan hati, namun saya merasa tenang dan damai berjalan di dalamnya. Tak perlu
lagi ada perdebatan panjang dan sengit antara Anak dan Orang Tua di setiap
harinya; karena Orang Tua saya yang masih kekanakan dan saya sendiri orang yang
keras kepala, akhirnya tak bisa menemukan titik temu untuk berdamai selain
waktu yang menemukannya. Bukan, bukan berarti saya tersadar karena ini memang
jalan saya, tapi saya tersadar bahwa mensyukuri
yang telah ada, jauh lebih indah walaupun awalnya akan terasa sulit dan berat.
Pembelajaran inilah yang saya dapatkan setelah semua berakhir di UINJ.
Oh iya, masalah dengan seseorang yang berkuliah di
Fakultas Ekonomi dan Bisnis di UGM pada jurusan Ilmu Ekonomi, memang benar dia
yang memberi saya motivasi dan telah membakar semangat saya dengan
berapi-apinya; sehingga api itu berkobar dan membuat saya menjadi merasa autism kepada UGM. Namun, semangat dan
kobaran yang ada pada diri saya sekarang tak lagi berpihak untuknya ataupun
UGM. Ibarat api yang mengamuk saat ada
kebakaran, pemadam kebakaran yang professional telah berhasil menghentikan
kobaran api itu. Lalu, masalah dengan orang tersebut? Ah, saya tak lagi mengingatnya, serius. Karena saya telah memiliki
motivasi dan kobaran semangat yang lain untuk tetap bertahan di UINJ. Bukan,
seseorang itu bukanlah yang pernah
mengisi hari-hari saya, tetapi seseorang yang sedang mengisi hari-hari saya sekarang.
Dan? Walaupun saya tak tahu bagaimana jalan kedepannya,
namun saya sedikit merasa yakin bahwa semangat dan motivasi yang saya miliki
sekarang dapat membuat saya melupakan keinginan terbesar saya, keinginan
terpendam yang sudah lama saya kubur bersama hari-hari yang menghantui kala
itu. Entahlah, saya sendiri sekarang menjadi bingung mengapa dahulu saya merasa
terobsesi dengan UGM, merasa bahwa UGM-lah tempat di mana saya dapat berkembang
menjadi seorang anak yang mandiri, sukses, dan dapat membanggakan kedua Orang
Tua. Memang, itu dapat saja terjadi. Namun, jika saya dapat berpikir demikian
di UGM, mengapa saya tidak bisa memiliki pikiran yang sama di UINJ? Well, mungkin saya baru ada pikiran
kembali untuk berkuliah di UGM untuk menyelesaikan S2 saya, mungkin? Saya tidak
tahu. Namun yang pasti, mimpi itu sudah tertata rapi bersama UINJ untuk meraih
mimpi itu; mimpi berkunjung ke UGM. Tanpa lagi untuk alasan menemui seseorang
dan lebih serius untuk belajar, nantinya…
sugoi sugoi ... tulsn ringan & sdrhna yg tlah m'bka mata ak , arigatou ^^
ReplyDeletedaebakkk
ReplyDeletesingkt& pnh artiii :D arigatou
ReplyDeletedalem , emosinya dpt bgt hahah ..
ReplyDelete(y) (y)
ReplyDeletekrennnn...
ReplyDelete