Terdiamku merenung, memikirkan sesuatu yang sebenarnya
tak sama sekali sempat untuk terfikirkan. Entah mengapa, pikiran itu mengusik
saya untuk mencoba menolehnya. Tentang sebuah komitmen, komitmen yang selama
ini saya fikirkan untuk kedepannya akan indah, akan selalu bersemi bak musim
gugur disetiap harinya, dan akan selalu menyejukkan dedaunan ketika menjelang
pagi layaknya embun. Ternyata, yang saya fikirkan tidak selalu ada benarnya;
meleset dan tak melulu tepat sasaran. Awalnya, saya melihat aroma komitmen itu
sendiri begitu nyata dan hidup, seiring berjalannya waktu, seiring waktu
memperjelas semuanya, tak sama sekali saya rasakan aroma dari komitmen itu
sendiri ada. Merasa kehilangan dan tak berguna atas mempertahankan, merasa
sia-sia telah melakukan semua ini; tetapi hati berkata lain.